Jumat, 28 November 2014

beauty Jasmin Thompson




We clawed, we chained our hearts in vain
We jumped, never asking why
We kissed, I fell under your spell
A love no one could deny
[Pre-Chorus]
Don’t you ever say I just walked away
I will always want you
I can’t live a lie, running for my life
I will always want you
[Chorus]
I came in like a wrecking ball
I never hit so hard in love
All I wanted was to break your walls
Yeah, you wreck me
[Verse 2] 
I put you high up in the sky 
And now, you’re not coming down 
It slowly turned, you let me burn 
And now, we’re ashes on the ground
[Pre-Chorus] 
Don’t you ever say I just walked away 
I will always want you 
I can’t live a lie, running for my life 
I will always want you
[Chorus] 
I came in like a wrecking ball 
I never hit so hard in love 
All I wanted was to break your walls 
All you ever did was wreck me
I came in like a wrecking ball 
Yeah, I just closed my eyes and swung 
Left me crouching in a blaze and fall 
All you ever did was wreck me 
Yeah, you wreck me
[Bridge] 
I never meant to start a war 
I just wanted you to let me in 
And instead of using force 
I guess I should’ve let you in 
I never meant to start a war 
I just wanted you to let me in 
I guess I should’ve let you in 
Don’t you ever say I just walked away 
I will always want you
[Chorus] 
I came in like a wrecking ball 
I never hit so hard in love 
All I wanted was to break your walls 
All you ever did was wreck me 
I came in like a wrecking ball 
Yeah, I just closed my eyes and swung 
Left me crouching in a blaze and fall 
All you ever did was wreck me 
Yeah, you wreck me All you ever did was wreck me

Sabtu, 04 Oktober 2014

MANAGEMEN PEMELIHARAAN SAPI PERAH DARA (HEIFERS), BUNTING DAN STEAMING UP



MANAGEMEN PEMELIHARAAN SAPI PERAH DARA (HEIFERS), BUNTING DAN STEAMING UP
Dosen Pengampu: Bapak Ir. Sarwiyono, M.Agr.St


Description: D:\PHOTO\index.jpg

Disusun oleh kelompok: 2
1.      Rachmad Dani
125050100111014
2.      Anifiati Ningrum
125050100111016
3.      Ika Nurjanah
125050100111017
4.      Nana Irhamna Fuji L.
125050100111018
5.      Yulia Indri A
125050100111019
6.      M. Syafi’uddin
125050100111013
7.      Lana Qoirul  
125050100111022
8.      Nurul Karimah
125050100111023



FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS BARAWIJAYA
MALANG
2014


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan sebuah makalah dengan tepat waktu.
Berikut ini kami mempersembahkan sebuah makalah dengan judul MANAGEMEN PEMELIHARAAN SAPI PERAH DARA (HEIFERS), BUNTING DAN STEAMING UPyang diharapkan dapat memberikan manfaat yang besar bagi kita semua, khususnya bagi yang sedang menekuni bidang peternakan.
Tidak lupa kami mengucapkan banyak terimakasih kepada Dosen pengajar Mata kuliah Manajemen Produksi Ternak Ruminansia, Bapak Sarwiyono Sardjani yang membimbing serta mengarahkan dalam penyusunan makalah ini. Orangtua yang senantiasa selalu berdoa untuk kelancaran kuliah anaknya, teman-teman seperjuangan yang juga senantiasa memberi dukungan semangat dan kritikan-kritikan membangun. Serta semua pihak yang membantu kami dalam hal penyusunan makalah ini.
Makalah ini masih sangat jauh dari kesempurnaan oleh karena itu kritik serta saran yang membangun masih kami harapkan untuk penyempurnaan makalah ini. Sebagai manusia biasa kami merasa memiliki banyak kesalahan, kami mohon maaf sebesar-besarnya apabila terdapat salah kata dan materi Makalah yang kurang berkenan dalam penyelesaian makalah ini.
Atas perhatian dari semua pihak yang membantu dalam penyusunan makalah ini, kami mengucapkan terimakasih. Semoga makalah ini dapat dipergunakan dengan bijak dan sebaik-baiknya.

           
                                                                                    Malang, 27 September 2014

Penulis


DAFTAR ISI


Halaman Judul .................................................................................................  i
Kata Pengantar ................................................................................................  ii
Daftar Isi .........................................................................................................  iii
BAB I ...... PENDAHULUAN .......................................................................  1
1.1  Latar Belakang ....................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................  2
1.3 Tujuan .....................................................................................  2
1.4 Manfaat ..................................................................................  2

BAB II ..... PEMBAHASAN........................................................................... 3
2.1 Manajemen pemeliharaan sapi darah ......................................  3
2.2 Manajemen reproduksi dan sistem perkawinan sapi dara .......  7
2.2.1 Manajemen Reproduksi................................................... 7
2.2.2 Manajemen Perkawinan................................................... 9
2.3 Manajemen pemeliharaan sapi bunting.................................... 11
2.4 Manajemen sapi perah laktasi.................................................. 14
2.5 Manajemen sapi sebelum melahirkan (partus)......................... 16
2.6 Perkandangan………………………………………………..  20

BAB III     PERTANYAAN DAN JAWABAN............................................ 23

BAB III   PENUTUP.......................................................................................
3.1 Kesimpulan.............................................................................. 28

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 29









BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masa depan suatu peternakan sapi perah tergantung pada program pembesaran pedet maupun dara sebagai  replacement stock  untuk dapat meningkatkan produksi susu. Dalam usaha peternakan sapi perah pemeliharaan pedet memerlukan perhatian dan ketelitian yang tinggi dibanding dengan pemeliharaan sapi dewasa. Hal ini disebabkan karena kondisi pedet banyak yang masih lemah sehingga bisa menimbulkan mortalitas  yang tinggi. Kesalahan dalam pemeliharaan pedet, dapat  menyebabkan pertumbuhan pedet terhambat dan tidak maksimal. Penanganan pedet mulai dari lahir sangat diperlukan agar nantinya bisa mendapatkan sapi yang mempunyai produktivitas tinggi untuk menggantikan sapi yang sudah tidak berproduksi lagi (Syarief dan Sumoprastowo,1985). Pemeliharaan pedet yang baru lahir, pemberian pakan dan minum, perkandangan serta penanganan kesehatan perlu diperhatikan dengan baik, mengingat angka kematian pedet yang cukup tinggi pada empat bulan pertama setelah pedet lahir. Di daerah tropis, rata – rata persentase kematian pedet dibawah umur tiga bulan mencapai 20% bahkan bisa mencapai 50% (Reksohadiprojo, 1984).
Efisien pengembangbiakan dan pengembangan usaha ternak perahdapat dicapai apabila peternak benar-benar memperhatikan tata laksana pemeliharaan dan manajemen pengelolaan yang baik terhadap pemeliharaan pedet maupun sapi dara. Faktor penting yang harus diperhatikan adalah manajemen yang memegang peranan penting dalam usaha ternak perah. Sehingga pengetahuan, ketrampilan tentang  manajemen  ternak  perah khususnya menejemen pemeliharaan pedet bagi mahasiswa Peternakan, produksi ternak perah penting adanya untuk menunjang pengalaman dan pengetahuan praktis mahasiswa mengenai manajeman pedet, manajemen perkandangan, manajemen pakan, management penanganan lahir dan kesehatan pedet.



1.2 Rumusan Masalah
1.    Bagaimana management pemeliharaan pada sapi perah dara?
2.    Bagaimana Reproduksi dan Sistem perkawinan pada sapi perah dara?
3.    Bagaimana  Managemen Pemeliharaan Sapi perah Bunting ?
4.    Bagaimana  Managemen Perawatan Sapi perah Laktasi ?
5.    Bagaimana Manajemen  Sapi Sebelum Melahirkan ?

1.3 Tujuan
1.    Untuk mengetahui menegemen pemeliharaan pada sapi perah dara.
2.    Untuk mengetahui Reprduksi dan Sistem Perkawinan pada sapi perah dara.
3.    Untuk mengetahui managemen pemeliharaan sapi perah saat bunting.
4.    Untuk mengetahui managemen perawatan sapi perah saat laktasi. Dan
5.    Untuk mengetahui manajemen sapi sebelum melahirkan.

1.4  Manfaat
·      Menambah pengetahuan tentang manajemen pemeliharaan sapi dara, bunting, laktasi dan partus.
·      Sebagai syarat pemenuhan tugas makalah manajemen Ruminansia.














BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Managemen Pemeliharaan Sapi Perah Dara (Heifers)
Mulai umur 3 bulan pedet sudah dapat dikategorikan sebagi sapi perah dara dan sudah dapat dikeluarkan dari kandang untuk melakukan gerakan badan di tempat yang terlindung. Sapi dara yang tidak diberi kesempatan melakukan gerak badan akan mengalami pertumbuhan yang terhambat dan kelemahan pada badan dan bagian kakinya mengingat hewan ini sejak kecil selalu terkurung bahkan terikat di dalam kandang pedet. Setelah berumur 3 bulan sapi dara sebaiknya ditempatkan di dalam kandang kelompok yang berjumlah anrtara 3-4 ekor, dengan jenis kelamin, umur dan berat badan yang seragam (Soetarno,2003).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan sapi perah dara (heifers) :
a)      Bangsa sapi
b)      Besar waktu lahir
c)      Pertumbuhan pada periode pedet sampai umur 6 bulan
d)     Pengaruh pakan
e)      Pengaruh kebuntingan pada waktu pertumbuhan, dan
f)       Pengaruh Lingkungan.
Pedet sapi perah umumnya sudah mulai disapih pada umur 3 bulan. Meski adakalanya dijumpai penyapihan yang dilakukan pada umur yang lebih atau kurang dari 3 bulan. Apabila dilakukan penyapihan dini pedet harus dalam kondisi sehat dan sudah mengkonsumsi konsentrat formula pedet (calf starter) sebanyak 0,5 kg/hari atau lebih. Pedet yang sudah mengkonsumsi konsentrat berkualitas tinggi dan disapih secara dini, akan mengalami masa transisi menjadi hewan ruminansia sejati yang lebih cepat.
            Pemeliharaan Sapi Dara Heifers yang terlalu gemuk menyimpan lemak di ambingnya, dimana nantinya akan menghambat pembentukan sel-sel yang mensekresi susu. Jika heifers terlalu gemuk, mungkin akan terjadi akumulasi lemak pada saluran reproduksi mereka sehingga bisa mengakibatkan berkurangnya fertilitas dan dapat mrnimbulkan distochia. Heifers yang lebih tua dan terlalu gemuk akan lebih mudah mengalami gangguan metabolisme seperti sapi laktasi pada saat calving. Heifers yang terlalu kurus juga akan mengalami penurunan fertilitas serta dikhawatirkan akan menimbukan masalah kesehatan yang lain dibandingkan dengan heifers yang bobot badannya berukuran ideal dan tumbuh secara baik.
Heifers atau sapi perah betina merupakan sapi perah betina yang merupakan calon induk sudah dewasa kelamin (berumur 6-8 bulan) sampai beranak pertama kali. Mengingat tujuan utamanya sebagai calon induk maka perlu sekali diperhatikan kriteria-kriteria sebagai calon induk, antara lain :   Berasal dari turunan yang mempunyai produksi susu yang tinggi , menunjukan pertumbuhan yang baik dan normal, bebas dari cacat tubuh dan penyakit.
Pembesaran sapi perah dara untuk dijadikan calon induk ditujukan terhadap dua kepentingan, yaitu:
1)   Pengganti Induk Pada suatu usaha sapi perah sangat sering terjadi adanya pengeluaran (culling) sapi perah induk dalam setiap tahunnya yang mencapai prosentase 25%. Oleh karena itu, jumlah sapi dara yang akan dijadikan seagai induk pengganti (replacement stock) seharusnya disesuaikan dengan jumlah induk yang akan di culling dan ditambah dengan jumlah mortalitas yang mungkin terjadi pada sapi dara tersebut.
2)    Pengembangan usaha dengan cara menambah populasi induk dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu: a) Membesarkan sapi perah dara yang berasal dari turunan sapi perah sendiri (self replacement). b) Membeli dari luar (new comer replacement).

a.    Pemberian Pakan
Pakan sapi terdiri dari hijauan sebanyak 60% (Hijauan yang berupa jerami padi, pucuk daun tebu, lamtoro, rumput gajah, rumput benggala atau rumput raja, daun jagung, daun ubi dan daun kacang-kacangan) dan konsentrat (40%). Umumnya pakan diberikan dua kali per hari pada pagi dan sore hari.
Pemberian pakan pada sapi perah dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu system penggembalaan, system perkandangan atau intensif dan system kombinasi keduanya. Pakan berupa rumput bagi sapi dewasa umumnya diberikan sebanyak 10% dari bobot badan (BB) dan pakan tambahan sebanyak 1-2% dari BB.
Sapi yang sedang menyusui (laktasi) memerlukan makanan tambahan sebesar 25% hijauan dan konsentrat dalam ransumnya. Hijauan yang berupa rumput segar sebaiknya ditambah dengan jenis kacang-kacangan (legum). Untuk sapi dara lepas sapih (umur 3 bulan-6 bulan), pemberian pakan starter (calf starter) mulai digantikan dengan formula pakan konsentrat dengan komposisi pakan protein kasar lebih dari 16 % dan TDN lebih dari 70 %. Adapun pemberian konsentrat ini dilakukan dengan cara bertahap dan di batasi maksimum 2 kg/ekor/hari. Sapi dara berumur 6 bulan keatas sudah mampu mencerna bahan makanan yang serat kasarnya tinggi karena daya cernanya sudah sempurna. Makanan terdiri dari hijauan rumput 20 kg/hari/ekor yang mengandung 12 % atau 13 % protein kasar.
Apabila dalam pemeliharaanya berada pada kondisi tropis, maka perlu di tambahkan makanan penguat sebanyak 1-1,5 kg/ekor/hari, dan apabila hijauan jelek maka cukup sekali di beri konsentrat 2-3 kg/ekor/hari. Sumber karbohidrat berupa dedak halus atau bekatul, ampas tahu, gaplek, dan bungkil kelapa serta mineral (sebagai penguat) yang berupa garam dapur, kapur, dll. Pemberian pakan konsentrat sebaiknya diberikan pada pagi hari dan sore hari sebelum sapi diperah sebanyak 1-2 kg/ekor/hari. Selain makanan, sapi harus diberi air minum sebanyak 10% dari berat badan perhari.Pemeliharaan utama adalah pemberian pakan yang cukup dan berkualitas, serta menjaga kebersihan kandang dan kesehatan ternak yang dipelihara. Pemberian pakan secara intensif dikombinasikan dengan penggembalaan Di awal musim kemarau, setiap hari sapi digembalakan. Di musim hujan sapi dikandangkan dan pakan diberikan menurut jatah. Penggembalaan bertujuan pula untuk memberi kesempatan bergerak pada sapi guna memperkuat kakinya.
Hal - hal yang perlu diperhatikan apabila ternak dilepas di padang rumput :
1). Apakah sapi tersebut sudah terbiasa makan makanan yang mengandung serat kasar.
2). Harus diperhatikan apakah tubuhnya sudah terkenan parasit luar berupa caplak ataupun tidak dan tubuhnya terkena jamur (Ring Worm).
Pelepasan di padang rumput merupakan cara yang baik selain ekonomis juga karena terdiri dari leguminose yang banyak mengandung protein. Pemberian pakan di padang rumput yang baik sering di sebut “ Pasture Feeding”, bila padang rumput yang biasa di sebut “field”. Dua bulan menjelang melahirkan sapi di beri konsentrat 2,72 – 4,54 kg/ hari. Elanco Animal Health memperkenalkan / mempublikasikan sebuah booklet ”BCS For Replacement Heifers” yang menunjukkan heifers pada berbagai BCS.Pada umunya heifers akan memiliki BCS yang lebih kecil dibandingkan heifers dengan usia 6 bulan yang memiliki BCS antara 2-3. Biasanya BCS heifers tidak lebih dari 3,5. Disarankan untuk mengatur pola makan heifers agar memiliki BCS 3,5. Heifers dari usia 6 bulan sampai kawin, diharapkan memiliki BCS antara 2,5-3. Setelah itu, pada saat kawin BCS mereka akan naik berangsur-angsur dari 3 menjadi 5.Pakan yang diberikan kepada sapi dalam keadaan fresh feed, keunggulan dari pemberian pakan secara fresh feed dari keadaan pakan yang segar dan aroma yang harum, dapat meningkatkan palatabilitas makan sapi sehingga kebutuhan untuk mencukupi kebutuhan pokok dan kebutuhan produksi dapat segera tersedia kembali. Pakan diberikan sesuai kebutuhan nutrisi sapi perah dalam keadaan fresh feed bertujuan agar kualitas pakan yang diberikan tetap baik kandungan nutrisinya.
Tujuan pemberian pakan fresh ini yaitu untuk meningkatkan palatabilitas makan sapi, sehingga pada saat sapi selesai diperah dan balik lagi ke kandang, bisa langsung makan dengan kondisi pakan yang diberikan fresh. Hal ini dapat menarik perhatian sapi agar tidak langsung tidur diatas bedding pada saat selesai diperah, dan dapat memberikan kesempatan kepada otot puting (spincter) yang terbuka pada saat diperah sehingga pada saat sapi makan otot tersebut dapat tertutup kembali dengan sempurna, dan dapat mencegah bakteri untuk masuk kedalam ambing yang dapat menyebabkan penyakit mastitis.

b.   Pemberian Minum
Air merupakan zat yang penting bagi kehidupan, dan diperlukan oleh setiap makluk hidup. Dalam sebuah usaha peternakan, air merupakan unsur yang penting, salah satunya digunakan sebagai air minum untuk ternak. Sapi perah sebaiknya diberikan air minum yang bersih dan segar, dan air minum disediakan ad libitum. Pengisian air dilakukan secara manual oleh petugas kandang. Menurut Wattiaux (2003), pemberian air bersih yang segar harus tersedia secepat mungkin pada saat pakan diberikan, konsumsi dari bahan kering ditingkatkan oleh konsumsi air yang diberikan. Pemberian air minum untuk sapi dewasa disediakan dump tank system di dalam kandang, dilengkapi dengan pelampung sistem yang berfungsi menjaga air dalam dump tank agar selalu dalam keadaan penuh.

2.2         Sistem Perkawinan dan reproduksi sapi perah dara
2.2.1        Sistem Perkawinan
Sistem perkawinan merupakan sebuah gambaran dari beberapa metode perkawinan untuk program pengembakbiakan sapi. Masa berahi seekor sapi cukup singkat, maka perlu pengamatan secara teliti terhadap tanda - tanda berahi seekor ternak agar program perkawinan dapat berjalan sesuai rencana. Sistem perkawinan ternak dapat dilakukan dengan dua cara:
1. Perkawinan Alami
Perkawinan alami dilakukan oleh seekor pejantan yang langsung memancarkan sperma kedalam alat reproduksi betina dengan cara kopulasi. Terlebih dahulu pejantan mendeteksi kondisi berahi betina dengan menjilati atau membau di sekitar organ reproduksi betina bagian luar setelah itu pejantan melakukan penetrasi.
2. Perkawinan Buatan
Perkawinan buatan sering dikenal dengan Inseminasi Buatan (IB) atau Artificial Insemination (AI) yaitu dengan cara memasukkan sperma kedalam saluran reproduksi betina dengan menggunakan peralatan khusus (Blakely dan Bade, 1988). Melalui inseminasi buatan (IB), sapi tersebut menunjukkan gejala-gejala berahi dan mencocokkan data yang ada dalam satu siklus. Keuntungan IB, seekor jantan dapat melayani 5000-10.000 ekor sapi betina per tahun dan memperoleh keuntungan lain yaitu keturunan lebih baik dari induknya. Sapi dara dapat di kawinkan bila menunjukan tanda-tanda birahi. Siklus birahi rata-rata pada sapi perah berkisar 21 hari, tetapi ada juga yang bervariasidari 17 - 36 hari.
Perkawinan pertama sapi PFH dara di Indonesia tidak disarankan menggunakan IB, sebab dikuatirkan sapi yang baru pertama kali beranak dan masih dalam fase pertumbuhan tersebut akan mengalami kesulitan sewaktu melahirkan, karena besarnya pedet hasil IB yang dilahirkannya. IB baru dianjurkan pada induk-induk PFH yang beranak untuk kedua kali dan seterusnya. Tanda-tanda birahi umum pada sapi dara :  
a. Menaiki sapi-sapi lain, yang birahi menaiki sapi betina yang tidak birahi
b. Mempunyai rasa lebih dekat dengan yang lain , senantiasa mengikuti sapi lain, menyenderkan kepala di bagian belakang, menciumi dan mienjilati sapi lain
c. Keluar lender bening dari vulva.
d. Vulva membengkak, lembab dan permukaan lebih halus sedangkan sapi yang tidak birahi vulva mengkerut Selain itu perlu diketahui adanya Silent heat.
Silent heat dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan pada hewan betina dimana hewan betina tersebut tidak menunjukkan gejala birahi tetapi proses ovulasi tetap terjadi (aktivitas siklus ovarium tetap normal) (Anonim c, 2004). Menurut Kidder et.al kasus silent heat pada sapi yang terjadi pada rentang waktu antara melahirkan sampai 60 hari pasca melahirkan dapat mencapai 44,3% dan antara hari ke-60 sampai 308 hari pasca melahirkan sebesar 11,0 %. Pada hewan betina yang mengalami estrus maka secara umum pada pemeriksaan melalui vagina dengan menggunakan spikulum atau vaginoskop akan terlihat adanya hyperemia pada permukaan mukosa vagina, relaksasi dinding serviks, dan adanya sedikit lendir birahi pada vagina.
Perkawinan pertama seekor sapi perah dara tergantung pada 2 faktor utama yaitu umur dan berat badan. Apabila perkawinan sapi perah dara terlalu cepat dengan kondisi tubuh yang terlalu kecil, maka akibat yang terjadi adalah :
a. Kesulitan melahirkan
b. Keadaan tubuhnya yang tetap kecil nantinya setelah menjadi induk sehingga dapat berakibat kemandulan dan rendahnya produksi susu.
Sapi perah dara sudah siap dikawinkan setelah mencapai umur 15 - 18 bulan dengan berat rata-rata 300 kg, Hal tersebut disebabkan karena sapi yang bersangkutan telah mendapatkan pakan yang cukup dan mencapai berat badan yang di kehendaki serta agar pada kisaran umur 28-30 bulan dapat beranak. Perkawinan sapi perah dara di Indonesia tidak disarankan menggunakan IB, sebab dapat dikhawatirkan pada waktu pertama kali beranak dan masih dalam fase pertumbuhan tersebut akan mengalami kesulitan sewaktu melahirkan karena besar pedet hasil IB yang dilahirkan. IB baru dianjurkan pada induk-induk sapi PFH yang beranak untuk kedua kalinya sampai seterusnya. Sapi perah dara FH dan Brown Swiss memerlukan berat badan 350 kg - 375 kg untuk perkawinan yang pertama, PFH pada berat 275 kg. Sedangkan Guernsey dan Aryshire pada berat badan 250 - 275 kg dan Jersey pada berat badan lebih kurang 225 kg.

2.2.2        Sistem Reproduksi
Reproduksi pada hewan betina merupakan suatu proses yang kompleks dan dapat terganggu pada berbagai stadium sebelum dan sesudah permulaan siklus  reproduksi.  Siklus  ini  dimulai  dengan  pubertas  atau  dewasa  kelamin yang  ditandai  dengan  berfungsinya  organ-organ  kelamin  betina.  Kemudian musim kawin yang ditandai dengan siklus birahi, kopulasi, adanya kelahiran setelah  kebuntingan  dan  anak  disapih.  Maka  ternak  betina  akan  kembali  kemasa siklus birahi dan seterusnya (Toelihere, 1981).
Kinerja Reproduksi Sapi Perah pada Proses reproduksi sangat penting bagi usaha peternakan sapi perah, mengingat tanpa adanya reproduksi mustahil roduktivitas dapat diharapkan mencapai hasil yang maksimal. Menurut Pramono et all. (2008), berbagai aspek yang menjadi hal penting diperhatikan dari segi reproduksi antara lain adalah  service per conception S/C),  concepton rate (CR), post partum  mating dan  calving interval  (CI).Service per Conception (S/C) adalah angka yang menunjukkan jumlah inseminasi untuk menghasilkan kebuntingan dari sejumlah pelayanan inseminasi (service) yang dibutuhkan oleh ternak betina sampai terjadi kebuntingan (Toelihere, 1993). Hasil perhitungan menunjukkan bahwa rataan S/C sapi perah di Kecamatan Pudak adalah 2,1 ± 1,38 masuk dalam  service per conception sebanyak 2 kali. Nilai S/C ini menunjukkan tingkat kesuburan dari hewan betina. Semakin rendah nilai tersebut maka semakin tinggi kesuburan dari sapi-sapi betina yang di IB dan sebaliknya, semakin tinggi nilai S/C maka semakin rendah tingkat kesuburan sapi betina dalam kelompok tersebut. Beberapa penelitian lain mengenai pencapaian rata-rata angka S/C untuk sapi perah sebesar 2,75 kali (Saptono, 2011); 2,55 kali (Octaviani, 2010); 2,27 kali (Leksanawati, 2010).
Tingkat kesuburan sapi betina pengaruhi oleh faktor internal dari hewannya, termasuk kesehatan reproduksi hewan dan manajemen pemeliharaan (Fitrianti, 2008). Selain kondisi ternak kesuburan betina, faktor lain yang juga mempengaruhi nilai S/C adalah keterampilan inseminator dalam melakukan kegiatan inseminasi, yaitu mengenai teknik inseminasi (Oktaviani, 2010). Soeharsono et al. (2010) menambahkan, faktor lain yang tidak kalah penting dan berpengaruh terhadap nilai S/C adalah pengetahuan danketerampilan peternak dalam deteksi birahi.
Menurut Kusumawardana (2010) Sapi  dara  yang  sudah  mengalami  birahi  harus  segera  di  IB.  Di mana tanda tanda birahi tersebut meliputi: Keluar lendir bening dari vulva, Menaiki sapi-sapi lain dimana yang birahi menaiki sapi betina yang tidak birahi, Mempunyai rasa lebih dekat dengan yang lain, senantiasa mengikuti sapi lain, menyenderkan kepala di bagian belakang, menciumi dan mienjilati sapi lain dan Vulva membengkak, lembab dan permukaan lebih halus sedangkan sapi yang tidak birahi vulva mengkerut Selain itu perlu diketahui adanya Silent heat. Silent heat dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan pada hewan betina dimana hewan betina tersebut tidak menunjukkan gejala birahi tetapi proses ovulasi tetap terjadi (aktivitas siklus ovarium tetap normal) (Anonim c, 2004). Menurut Kidder et.al kasus silent heat pada sapi yang terjadi pada rentang waktu antara melahirkan sampai 60 hari pasca melahirkan dapat mencapai 44,3% dan antara hari ke-60 sampai 308 hari pasca melahirkan sebesar 11,0 %. Pada hewan betina yang mengalami estrus maka secara umum pada pemeriksaan melalui vagina dengan menggunakan spikulum atau vaginoskop akan terlihat adanya hyperemia pada permukaan mukosa vagina, relaksasi dinding serviks, dan adanya sedikit lendir birahi pada vagina.
Siklus  birahi  ternak  betina  terbagi  menjadi  4  fase  yaitu proestrus, estrus, metestrus, dan diestrus. Proestrus ditandai dengan pertumbuhan folikel tersier menjadi  folikel de  graff.  Kelenjar endometrium memanjang, cervix mulai merelaks dan lumen cervix mulai memproduksi lendir. Estrus ditandai dengan adanya kopulasi, ovum telah masak dan dinding folikel menjadi tipis serta  terjadi  ovulasi  (pecahnya  dinding  folikel  dan  keluarnya  ovum dari folikel). Metestrus ditandai  dengan  pembentukan corpus  hemorragicum di tempat  folikel  de  graff,  kelenjar  kental  disekeresikan  oleh  cervix untuk menutup lubang cervix. Diestrus ditandai dengan kebuntingan dan adanya selsel kuning (luteum) di bawah lapisan hemoragik (Partodihardjo, 1980)
Letak kebuntingan pada ternak sapi biasanya pada daerah perut bagian kanan.  Hal  ini  disebabkan  aktivitas  ovarium  kanan  dan  kiri  tidak  sama. Ovarium  kanan  pada  sapi  lebih  aktif  dan  besar  bila  dibandingkan  dengan ovarium  kiri.  Volume  uterus  mengembang  mengikuti  pertumbuhan  embrio atau  fetus  yang  dikandungnya.  Bagian  cornu  uterus  akan  berangsur  turun, biasanya  terjadi  pada  usia  kebuntingan  90  hari.  Pada  umur  4  bulan  ujung uterus  sampai  ke  dasar  ruang  perut.  Pada  usia  5  bulan  dasar  perut  dipenuhi oleh  uterus  yang  bunting.  Pada  usia  9  bulan,  dinding  uterus  bersentuhan dengan dinding rektum (Sugeng, 2003).
Pemeriksaan  kebuntingan  pada  sapi  selain  dapat  untuk  menentukanusia kebuntingan ternak sapi juga sekaligus dapat untuk menentukan diagnose perbedaan  antara  kebuntingan  dengan  kelainan  atau  gangguan  pada  organ reproduksi. Pemeriksaan kebuntingan dilakukan secara teratur dengan interval waktu  antara  30-40  hari  dari  inseminasi  yang  terakhir.  Sapi  yang  kemudian dinyatakan  bunting,  diperiksa  kembali  setelah  90-120  hari  setelah pemeriksaan  kebuntingan  yang  terakhir.  Dengan  demikian  dapat  untuk menghindari  inseminasi  ulang  pada  sapi  yang  sedang  bunting (Partodihardjo,1980).Sekitar  kurang  lebih  60-90  hari  setelah  perkawinan  diadakan  pemeriksaan kebuntingan  dengan  palpasi  rektal  untuk  mengetahui  keberadaan foetus.  Pada  saat  pemeliharaan  sapi-sapi  tersebut  juga  dilakukan pengamatan bila terjadi birahi kembali (return heat). Apabila sapi-sapi tersebut  mengalami return  heat berarti  tidak  terjadi  kebuntingan  dan dapat dilakukan IB kembali.

2.3Managemen Perawatan Sapi Bunting
Hal utama yang penting diperhatikan pada sapi perah bunting adalah ransum dan kesehatan, sapi perah bunting yang mendapat ransum yang baik, dalam kuantitas dan kualitas, serta kesehatan yang terpelihara baik akan melahirkan pedet yang sehat dan kuat. Sapi yang bunting banyak sekali memerlukan gerak badan untuk itu dilepaskan di padang terbuka atau dibawa jalan-jalan dengan maksud supaya peredaran darah menjadi lebih lancar sehingga kesehatan anak yang dikandang lebih terjamin, kesulitan dalam melahirkan dapat dihindarkan dan terjadinya Retentiosecundinarum (ketinggian ari) dapat dicegah (Putra, Adika. 2009).

a.    Pemberian Pakan
Pakan mempunyai peranan  yang penting, baik diperlukan bagi ternak-ternak muda  untuk  mempertahankan  hidupnya  dan  menghasilkan  suatu  produksi serta tenaga, bagi ternak dewasa berfungsi untuk memelihara daya tahan tubuh dan kesehatan. Pakan yang diberikan pada seekor ternak harus sempurna dan mencukupi.  Sempurna  dalam  arti  bahwa  pakan  yang  diberikan  pada  ternak tersebut harus mengandung semua nutrien yang diperlukan oleh tubuh dengan kualitas yang baik (Sugeng, 2005).
Pakan  ternak  sapi  yang  cukup  nutrien  merupakan  salah  satu unsur  penting  untuk  menunjang  kesehatan,  pertumbuhan  dan  reproduksi ternak.  Pemberian  pakan  yang  baik  dan  memenuhi  beberapa  kebutuhan sebagai berikut :
1.      Kebutuhan hidup pokok, yaitu kebutuhan pakan yang mutlak dibutuhkan dalam  jumlah  minimal.  Meskipun  ternak  dalam  keadaan  hidup  tidak mengalami pertumbuhan dan kegiatan. Pada hakekatnya kebutuhan hidup pokok  adalah  kebutuhan  sejumlah  minimal  zat  pakan  untuk  menjagakeseimbangan  dan  mempertahankan  kondisi  tubuh  ternak. Kebutuhan tersebut digunakan untuk bernafas, dan pencernaan pakan. Kebutuhan pokok hidup tergantung pada bobot badan, sedang kebutuhan untuk pertumbuhan tergantung pada kecepatan pertumbuhan rata-rata perhari.
2.      Kebutuhan  pertumbuhan,  yaitu  kebutuhan  pakan  yang  diperlukan  ternak sapi untuk proses pembentukan jaringan tubuh dan menambah berat badan.
3.      Kebutuhan  untuk  reproduksi,  yaitu  kebutuhan  pakan  yang  diperlukan ternak sapi untuk proses reproduksi, misalnya kebuntingan.

Bobot
Sapi
Tmbhn Bobot
Kebutuhan
BK
Kasar
PK (%)
TDN (%)
ME
Mcak/kg
Ca
(%)
P
(%)
150
Betina
0,0
2,8
100
8,7
55
2,0
0,18
0,18
0.5
4,1
75
11,0
61
2,2
0,34
0,29
200
Betina
0,0
3,5
100
8,5
55
2,0
0,18
0,18
0,5
6,0
75
10,2
64
2,3
0,32
0,27
300-400
Bunting
-
10,5
85
5,9
56
1,9
0,21
0,20
300-400
Menyusui
-
10,8
85
10,9
55
2,0
0,24
0,38
Tabel 1.Kebutuhan Nutrisi sapi Bunting


Jenis pakan
Pemberian
Sapi bunting (3-6 bulan)
Konsentrat
3 kg/ ekor/ hari
Hijauan segar
5 kg/ ekor/ hari
Sapi bunting (6-9 bulan )
Konsentrat
4 kg/ ekor/ hari
Hijauan segar
5 kg/ ekor/ hari
Sumber : Kusumawardana (2010)
Perbedaan jumlah pakan yang diberikan antara sapi bunting muda  dengan  sapi  bunting  tua  bertujuan  untuk  meningkatkan asupan  nutrisi  bagi  induk  dan foetus.  Saat  memasuki  umur kebuntingan  tua  (6-9  bulan),  induk  sebaiknya dipindahkan  ke  kandang yang  lebih  luas  dan  tali kekangnya  juga  dikendurkan agar bergerak lebih leluasa dan bertujuan untuk exercise.

b.    Pemberian Minum
Sebagian besar kebutuhan air bagi ternak ruminansia dipenuhi dari air dan selebihnya berasal dari ransum dan dari proses metabolisme yang terjadi  pada  tubuh  ternak.  Menurut  Muljana  (1987),  jumlah  air  yang diminum  tergantung  pada  ukuran  tubuh,  temperature  lingkungan, kelembaban  udara  dan  jumlah  air  yang  ada  pada  pakan.  Syarief  dan Sumoprastowo  (1985)  menambahkan  bahwa  air  yang  dibutuhkan  seekor sapi perah tidak cukup bila hanya diharapkan dari hijauan saja, walaupun kadar air hijauan sekitar 70%-80%. Air yang diperlukan seekor sapi perah sekitar 37-45 liter/hari.Air  minum  mutlak  dibutuhkan  dalam  usaha  peternakan  sapi  perah,hal inidisebabkan   karena  susu  yang  dihasilkan   87%  berupa  air  dan  sisanya berupa  bahan  kering. Seekor  sapi  perah  membutuhkan  3,5-4  liter  air  minum untuk  mendapatkan  1  liter  susu  (Sudono et.al,  2003).
c.         Perawatan dan Pengendalian Penyakit
Usaha pencegahan penyakit yaitu sebelum kandang ditempati terlebih dahulu disiram dengan air kapur supaya bebas dari bibit penyakit, memandikan ternak setiap pagi dan siang hari, membersihkan kandang dan selokan. Desinfeksi dilakukan dua kali seminggu dengan cara menyemprotkan ke seluruh bagian kandang. Desinfektan berupa snifet dan formalin.Penyediaan obat tergantung kondisi lapangan, bila persediaan obat habis maka dapat dibeli obat pada saat diperlukan. Penyakit yang sering diderita yaitu diare dan batuk. Bila ternak terkena diare maka diberi vitamin B12 atau obat tradisional dan teh. Untuk penyakit batuk diberi antibiotik dan untuk pernafasan diberikan Tilosivet (zakariah, askari, 2010)
d.        Identifikasi Recording
Recording adalah pencatatan tentang segala sesuatu mengenai ternak. Sistem pencatatan yang rapih dan baik sangat penting untuk mengetahui masalah dengan cepat dan tepatserta memudahkan untuk menetapkan tujuan. Recording yang dilakukan untuk induk adalah: nomor induk, tanggal dikawinkan, nomor pejantan, tanggal beranak, jumlah anak, obat-obatan yang diberikan pada waktu beranak dan jumlah anak yang disapih (zakariah, 2010).

2.4 Perawatan Sapi Laktasi
Kandang dibersihkan setiap hari agar sapi senantiasa bersih dan bebas dari kotoran sehingga susu yang diperoleh tidak rusak dan tercemar. Sebelum melakukan pemerahan dilakukan pembersihan lantai kandang, tempat pakan, tempat minum, dan kemudian membersihkan bagian ambing. Hal ini dilakukan karena susu mudah menyerap bau.
Apabila kebersihan kurang terjaga maka dpaat menimbulkan penyakit seperti mastitis yang secara umum sering terjadi. Hadisutanto, (2008) menyatakan bahwa, beberapa hal yang harus dilakukan untuk mencegah timbulnya penyakit adalah sebagai berikut :
1.  Menjaga agar kebutuhan pakan selalu terpenuhi supaya penyakit kekurangan unsur gizi bisa dihindari seperti penyakit kekrangan Ca pada induk laktasi.
2.  Menjaga kebersihan atau sanitasi agar supaya terhindar dari penyakit akibat parasit maupun bakteri dan virus.
3.  Melakukan pengobatan secara dini, misalnya pengobatan cacing.
4.  Memberikan pencegahan terhadap penyakit yang ditimbulkan oleh virus.
5.  Melakukan pemerahan dengan baik seperti melalukan melakukan pemerahan dengan benar untuk menghindari penyakit mastitis, pemberian pakan yang benar sehingga terhindar dari penyakit kembung dan lain-lain.
Pada permulaan laktasi, bobot badan akan mengalami penurunan, karena sebagian dari zat-zat makanan yang dibutuhkan untuk pembentukan susu diambil dari tubuh sapi. Pada saat itu juga sapi laktasi mengalami kesulitan untuk memenuhi zat-zat makanan yang dibutuhkan sebab nafsu makannya rendah, oleh karena itu pemberian ransum terutama konsentrat harus segera ditingkatkan begitu nafsu makannya membaik kembali (Leonardus.2008).
a.    Pemberian pakan
Pakan hijauan untuk induk laktasi dapat diberikan dalam bentuk kering (hay) maupun dalam bentuk basah atau hijauan segar (dalam bentuk silage). Pembuatan “hay” biasanya berupa hijauan berbentuk tegak yang dikeringkan, sedangkan pembuatan  “silage” di daerah tropis  masih sulit dilakukan karena banyak hijauan yang sudah tua dan sukar mengeluarkan udara dari dalam silo sehingga  bersifat  anaerob  yang  dibutuhkan  kurang  sempurna (Zainuddin, 1982). 
Pakan  konsentrat  adalah  bahan  pakan  yang  konsentrasi  gizinya  tinggi tetapi  kandungan  serat  kasarnya  relatif  rendah  dan  mudah  dicerna.  Bahan dapat berupa dedak atau bekatul, bungkil kelapa, bungkil kacang tanah, ketela pohon atau gaplek dan lain-lain. Pada umumnya peternak menyajikan pakan konsentrat ini masih sangat sederhana, yakni hanya membuat susunan pakan/ransum  yang  terdiri  dari  dua  bahan  saja,  dan  bahkan  ada  yang  hanya  satu macam bahan saja (Sudono, 1983).
Pakan tambahan bagi ternak sapi biasanya berupa vitamin dan mineral. Pakan tambahan ini dibutuhkan oleh sapi yang dipelihara secaraintensif dan hidupnya  berada  dalam  kandang  terus-menerus. Vitamin  yang  dibutuhkan ternak sapi adalah vitamin A, vitamin C, vitamin D danvitamin E, sedangkan mineral  sebagai  bahan  pakan  tambahan  dibutuhkan  untuk  berpropuksi, terutama kalsium dan posfor (Sutardi, 2004).
Ukuran pemberian pakan untuk mencapai koefisien cerna tinggi dicapai dengan  perbandingan  BK  hijauan  :  konsentrat  =  60%  :  40. Sapi  perah membutuhkan sejumlah serat kasar yang sebagian besar berasal dari hijauan. Untuk memperoleh pencernaan pakan yang akan mempengaruhi kualitas susu yang dihasilkan (Sutardi, 2004).   Pemberian ransum sapi perah yang sedang tumbuh  maupun  yang  sedang  berproduksi  susu  sesering  mungkin  dilakukan, minimal  dua  kali  dalam  sehari  semalam. Frekuensi  pemberian  konsentrat hendaknya disesuaikan pula dengan pemerahan, yaitu dilakukan setiap 1-2 jam sebelum pemerahan (Siregar, 1996).
b.    Pemberian air minum
Samahalnya dengan pemberian air minum pada ternak sapi bunting Air  minum mutlak  dibutuhkan  dalam  usaha  peternakan  sapi  perah,hal ini  disebabkan   karena  susu  yang  dihasilkan   87%  berupa  air  dan  sisanya berupa  bahan  kering. Seekor  sapi  perah  membutuhkan  3,5-4  liter  air  minum untuk  mendapatkan  1  liter  susu  (Sudono et.al,  2003). Perbandingan  antara susu  yang  dihasilkan  dan  air  yang  dibutuhkan  adalah  1:  4. Jumlah  air  yang dibutuhkan tergantung pada susu yang dihasilkan, suhu sekitarnya dan macam pakan yang diberikan (Sudono, 1999).

2.5 Manajemen  Sapi Sebelum Melahirkan
Pemberian pakan yang tepat sangat penting bagi sapi yang akan melahirkan. Beberapa saat sebelum melahirkan, sebagian besar peternak mulai memberikan pakan dalam bentuk biji-bijian yang kaya akan nutrisi khsusnya protein kepada sapi, tanpa mempersoalkan jenis pakan utama yang diberikan. Steaming up merupakan peningkatan jumlah pakan pada periode kering sekitar 2-3 minggu sebelum melahirkan. Selama Steaming up pemberian konsentrat dan hijauan ditingkatkan 5-6 kg/hari (Kung, 2007). Perlu waktu sekitar tiga minggu bagi sapi untuk menyesuaikan diri dengan ransum baru. Agar mampu memproduksi susu yang tinggi, serta memberikan nutrisi yang cukup untuk induk dan calon pedet yang ada dalam kandungan sehingga proses partus akan berjalan normal, maka seekor sapi harus menerima ransum yang mengandung butir-butiran dan untuk mereka memerlukan waktu penyesuaian atau adaptasi.
Sejumlah kecil bahan pakan butiran diberikan kepada sapi selama 2 –3 minggu menjelang melahirkan ini jumlahnya dinaikkan secara bertahap hingga sapi mengkonsumsi butiran sebanyak 10 –15 pon/ekor/hari. Metode pemberian pakan sepereti ini dikenal sebagai metode steaming up, lead feeding atau challenge feeding.
Untuk sapi dara atau sapi yang belum pernah mengalami masa laktasi maka tidak mengalami periode kering.  Karena periode kering adalah waktu untuk sapi perah yang masih dalam masa laktasi dan sedang bunting tua untuk tidak melakukan aktifitas pemerahan selama 60 hari. Penghentian aktifitas pemerahan ini bertujuan untuk regenerasi jaringan sekretori baru dalam ambing sehingga mampu memproduksi susu yang tinggi pada periode laktasi berikutnya dan mengganti bobot badan yang hilang. Periode kering yang lebih pendek dari 40 hari tidak mencukupi waktu untuk regenerasi ambing, danmenghasilkan produksi susu yang lebih sedikit padaperiode berikutnya.Periode kering yang lebih lama dari 70 hari tidak merangsang peningkatan produksi susu, tetapi malah menghasilkan kondisi bobot badan yang berlebihan dandan komplikasi yang dihasilkan dari kondisi kelebihan bobot badan.Baik Sapi kering bunting maupun sapi dara bunting memerlukan pakan tambahan sebelum mengalami proses partus. Karena sapi kering bunting maupun sapi dara bunting sama-sama membutuhkan lebih banyak protein,energi, dan mineral khususnya (Ca dan P) dibandingkan ketika tidak bunting dan laktasi, tetapi tidak sebanyak nutrisi ketika sedang laktasi. Untuk itu dalam periode ini pakan steaming up sangat dibutuhkan. Dan Pakan Steaming up yang sudah sesuai dengan standart akan dapat menghasilkan nilai BCS sapi perah yang ideal.
 Body Condition Score merupakan metode penilaian secara subjektif melalui teknik penglihatan dan perabaan dalam pendugaan lemak tubuh yang mudah yang dapat digunakan baik pada peternakan komersial maupun penelitian. BCS sapi selama periode kering sebaiknya 3,50 (Ensminger and Tyler, 2006). Body Condition Score (BCS) merupakan cerminan dari program Steaming up. Nilai BCS merupakan salah satu faktor antara yang mempengaruhi produksi sapi perah, jika Steaming up dilakukan dengan benar maka nilai BCS pada akhir kebuntingan tercapai sehingga produksi susu yang dihasilkan juga semakin baik. Hal ini dapat dihubungkan terhadap jumlah dan lama produksi kolostrum.
Selama  periode pemberian pakan steaming up pada sapi dara sebaiknya tetap dalam pengngontrolan untuk menjaga atau mendapatkan kondisi baik tetapi jangan sampai terlalu gemuk. Karena sapi dara bnting yang terlalu gemuk akan mengalami distoxia (kesulitan melahirkan saat partus). Hal ini dapat terjadi karena keadan pedet yang ada dalam kandungan terlalu besar ukurannya akibat dari pemberian pakan induk yang tidak terkontrol.  Nugroho (2008), menyebutkan bahwa pedet yang ukurannya terlalu besar menyebabkan kesulitan melahirkan. Ukuran janin tergantung dari jenis sapi, pejantan, jenis kelamin janin, umur induk, silsilah dan makanan induk sapi. Pada semua keadaan, sapi perah kering seharusnya dipisahkan dari kelompok sapi perah produktif untuk menghindari kelebihan asupan energi.
Selama masa kering, sapi harus diberi makan sedemikian rupa agar kondisi tubuhnya baik namun tidak sampai kegemukan Sapi perah yang mengkonsumsi kekelbihan energi berasal dari biji-bijian dan/atau silase jagung akan lebih berkembang suatu penyakit yang disebut fat cow syndrome (sindrom sapi kegemukan), yang ditandai dengan tingginya lemak dalam darah dan hati, timbulnya kemalasan (laziness) dan terkulainya (droopiness) sapi beberapa hari sebelum partus. Sapi yang menderita penyakit ini biasanya tidak mau makan dan cenderung memisahkan diri dari kelompoknya. Bahkan pada saat partus berlangsung dia lebih suka berbaring dan pada akhirnya dia tidak mau lagi berdiri. Sapi tersebut kemudian mengalami ketosis (terjadinya akumulasi keton dalam darah), dan menjadi lebih rentan terhadap penyakit-penyakit lain. Bila seekor sapi menjalani periode kering yang panjang dan ransumnya banyak mengandung silase atau jagung maka peluangnya mengalami sindrom kegemukan meningkat. Untuk menghindari penyakit ini maka selama masa kering pemberian hay agar diperbanyak sedang pemberian jagung dikurangi.Namun demikian harus diperhatikan agar seekor sapi tidak terlalu banyak mengkonsumsi butiran sebelum melahirkan karena dapat menaikkan kemungkinan timbulnya penyakit seperti displaced omasum dan udder edema (pembengkakan ambing) . Oleh sebab itu jumlah pemberian butiran harus dibatasi maksimum 10 –15 pon/ekor/hari. Sangat penting diperhatikan agar ransum sapi yang sedang bunting dicek kandungan mineral dan vitaminnya. Pertumbuhan dan perkembangan fetus sangat membutuhkan kedua kelompok zat gizi ini. Sehubungan dengan itu adalah tindakan yang tepat untuk mengecek secara rutin kandungan kalsium dan fosfor ransum sapi terutama bila ada masalah penyakit demam susu (milk fever). Demam susu terjadi akibat kekurangan atau ketidak seimbangan kalsium dan atau fosfor. Sapi perah biasanya membutuhkan 2 atau 3 bagian kalsium untuk setiap satu bagian fosfor.
Ransum bagi sapi-sapi yang akan melahirkan tidak boleh dikurangi agar mereka tidak sampai mengalami keterbatasan suplai energi. Untuk mengatasi tekanan partus dan untuk memulai produksi susu, tubuh sapi memerlukan banyak energi dan air. Sebagian sapi mengalami pembengkakan ambing beberapa saat sebelum melahirkan. Diduga hal ini disebabkan oleh akumulasi cairan ekstra di bawah kulit dan oleh perubahan pada pembuluh-pembuluh darah kecil ambing. Untuk mengatasinya, pemerahan sebelum partus tidak  dianjurkan. Pada kasus yang ringan, pembengkakan ini akan hilang dengan sendirinya. Namun untuk kasus yang cukup parah maka perlu diberi bantuan yaitu berupa exercise, pengolesan obat gosok ringan dan pijatan lembut untuk merangsang sirkulasi cairan dan mengurangi pembengkakan. Bila sangat parah maka sebaiknya meminta bantuan ahli veteriner.







JENIS KANDANG SAPI PERAH YANG ADA DI INDONESIA

Menurut Ambo Ako (2012) jenis kandang sapi perah yang dikenal di Indonesia adalah sebagai berikut:
1.    Kandang sapi dewasa (sapi laktasi)
Ukuran kandang 1,75 x 1,2 m, masing-masing dilengkapi tempat makan dan tempat air minum dengan ukuran masing-masing 80 x 50 cm dan 50 x 40 cm. Kandang sapi dewasa dapat juga dipakai untuk sapi dara.
2.    Kandang pedet
Kandang pedet ada 2 macam yaitu individual dan kelompok. Untuk kandang individual sekat kandang sebaiknya tidak terbuat dari tembok supaya sirkulasi udara lancar, tinggi sekat + 1 m. Ukuran kandang untuk 0 – 4 minggu 0,75 x 1,5 m dan untuk 4 – 8 minggu 1 x 1,8 m. Pada kandang kelompok adalah untuk anak sapi yang telah berumur 4 – 8 minggu dengan ukuran 1 m2/ekor dan pada umur 8 – 12 minggu 1,5 m2/ekor dengan dinding setinggi 1 m. Dalam satu kelompok sebaiknya tidak dari 4 ekor. Tiap individu harus dilengkapi tempat makan dan tempat air minum.
3.    Kandang pejantan
Sapi pejantan pada umumnya dikandangkan secara khusus. Ukuran lebih besar dari pada kandang induk dan konstruksinya lebih kuat. Bentuk yang paling baik untuk kandang pejantan adalah kandang yang berhalaman atau Loose Box. Lebar dan panjang untuk kandang pejantan minimal 3 x 4 m dengan ukuran halaman 4 x 6 m. Tinggi atap hendaknya tidak dijangkau sapi yaitu 2,5 m, tinggi dinding kandang dan pagar halaman 180 cm atau paling rendah 160 cm. Lebar pintu 150 cm dilengkapi dengan beberapa kayu penghalang. Pagar halaman terbuat dari tembok setinggi 1 m, di atasnya dipasang besi pipa dengan diameter 7 cm, disusun dengan jarak 20 cm. Lantai kandang dibuat miring ke arah pintu, perbedaan tinggi paling tidak 5 cm. Lantai halaman lebih baik dari beton. Perlengkapan lain yang diperlukan sama seperti pada kandang yang lain. Pemberian ransum harus dilakukan dari luar kandang/dinding demi untuk keamanan.
4.    Kandang kawin
Tempat kawin dibuat pada pada bagian yang berhubungan dengan pagar halaman kandang pejantan yang diatur dengan pintu-pintu agar perkawinan dapat berlangsung dengan mudah dan cepat. Ukuran kandang kawin; panjang 110 cm, lebar bagian depan 55 cm, lebar bagian belakang 75 cm, tinggi bagian depan 140 cm dan tinggi bagian belakang 35 cm. Bahan kandang kawin sebaiknya digunakan balok berukuran 20 x 20 cm. Tiang balok ditanam ke dalam tanah sedalam 50 – 60 cm dan dibeton supaya kokoh.
5.    Kandang isolasi / Kandang darurat
Kandang ini dibangun sebagai tempat pengobatan sapi yang sakit. Pada tempat ini sapi yang sakit dapat diobati dengan mudah dan sapi tidak sukar ditangani. Ukuran kandang yaitu; panjang 150 cm, lebar 55 cm dan tinggi 150 cm. Letaknya terpisah dengan kandang sapi yang sehat dengan tujuan penyakit tidak mudah menular.
6.    Kandang melahirkan
Ukurannya 6 x 6 m, perlengkapannya sama dengan kandang sapi dewasa. Lantainya miring ke arah pintu tiap 1 m turun 1 cm dan dibuat kasar. Sebaiknya kandang melahirkan ini tidak dekat dengan kandang pedet. Selokan pembuangan terpisah dari selokan kandang dewasa. Sudut-sudut dinding dibuat melengkung agar mudah dibersihkan.
Menurut Sutarno (1994) dalam Sariislamia (2011) menyatakan bahwa jenis kandang untuk sapi perah ada tiga yaitu kandang laktasi tunggal, kandang laktasi ganda dan kandang pedet. Kandang berfungsi untuk melindungi sapi dari cuaca buruk, hujan, panas matahari serta keamanan dari gangguan binatang buas dan pencurian. Bangunan kandang didasarkan pada keperluan usaha sapi perah, dan pembangunannya ditujukan untuk mengurangi penggunan waktu dalam pemeliharaan, efisiensi kerja dan tenaga kerja. Besar bangunan harus disesuaikan dengan rencana jumlah ternak yang akan dipelihara dalam keadaan iklim setempat. Hal yang perlu diperhatikan dalam pembangunan kandang adalah cahaya matahari, ventilasi, letak kandang, parit.
Macam-macam kandang sapi perah antara lain kandang pedet dan kandang sapi induk. Kandang pedet dibedakan menjadi kandang observasi (observasi pens), kandang individu (individual pans), kandang kelompok (group pens), kandang pedet berpindah (portable calf pens). Kandang sapi induk atau sapi dara antara lain kandang tambat (stanchion bain), pada kandang ini kebebasan sapi bergerak sangat terbatas, sehingga kondisi sapi kurang baik. Kandang ini ada dua jenis yaitu kandang bertingkat dan kandang tunggal atau satu lantai, dengan tujuan mengurangi resiko angin topan, mengurangi resiko kebakaran, murah dan membuatnya, serta mudah perawatannya (Sutarno, 1994) dalam (Rohmad, 2011).
Kandang tunggal atau satu lantai dilihat dari penempatan sapi dibedakan menjadi satu baris atau lebih dari satu baris. Jenis kandang yang lain yaitu kandang lepas yang merupakan sistem kandang yang memberi kesempatan sapi bebas karena tidak ditambat. Kandang ini terdiri dari kandang lepas sistem loose housing merupakan kandang sapi perah yang sapinya tidak ditambat, bagian kandang ini terdiri dari ruang tempat istirahat, tempat peranginan dan tempat penyimpanan makanan, tempat memerah dengan mesin dan tempat sapi kering. Kandang lepas system freestall pada prinsipnya sama dengan system loose housing, yaitu sapi dipelihara dikandang dengan tidak ditambat. Pada kandang freestall tempat istirahat atau tidur sapi disekat-sekat, dan tiap sekatnya hanya cukup untuk satu ekor (Sutarno, 1994) dalam (Farhan, 2008).
Menurut Ade (2013) menyatakan bahwa ada beberapa jenis kandang untuk pembibitan sapi perah di Satker Pagerkukuh. Kandang Induk baik saat bunting, laktasi, induk siap kawin maupun kering masih bersatu, hanya saja dikelompokkan sesuai dengan kondisi masing-masing ternak, sehingga setiap saat dilakukan pergeseran tempat ternak dalam satu kandang. Kandang Induk berkapasita + 50 ekor sedangkan sapi dara dipisahkan dari kelompok induk dan ditempatkkan dalam kandang tersendiri dengan kapasitas + 25 ekor. Untuk pedet yang beru lahir segera dipisahkan dari induknya dan ditempatkan dalam kandang khusus pedet yang berkapasitas + 10 ekor dalam kandang bersekat individu dengan luas + 3 - 5 m2/ekor.



BAB III
KESIMPULAN

Sapi perah dara atau heifers merupakan sapi perah betina yang merupakan calon induk sudah dewasa kelamin (berumur 6-8 bulan) atau mulai disapih sampai beranak pertama kali. Management pemeliharaan sapi dara perah harus benar-benar diperhatikan karena sapi ini merupakan sapi replacement (ternak pengganti). Adapun manajemen yang harus diperhatikan meliputi manajemen pakan, manajemen reproduksi, manajemen kandang, menajemen kebuntingan sapi dara, dan manajemen partus. Dengan manajemen yang baik dapat menghasilkan pertumbuhan sapi yang baik juga, mampu memproduksi susu yang tinggi, serta memberikan calon pedet yang sehat dan unggul.


DAFTAR PUSTAKA

Ade, A. 2013. Pembibitan Sapi Perah. http://azisadeaja.blogspot.com/. Diakses pada tanggal 25 September 2014

Ambo Ako. 2012. Ilmu Ternak Perah Daerah Tropis. IPB Press. Bogor.
                         
Farhan. 2008. Beternak Sapi Perah. http://caraberternak.com/cara-beternak-sapi-perah/. Diakses pada tanggal 25 September 2014

Hadisutanto, B. 2008. Studi Tentang Beberapa Performan Reproduksi pada Berbagai Paritas Induk dalam Formulasi Masa Kosong (Days Open) Sapi Perah Fries Holland. Bandung.
Leksanawati, A. Y. 2010. Penampilan Reproduksi Induk Sapi Perah Peranakan  Friesien Holstein  di Kelompok Ternak KUD Mojosongo Boyolali. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta. 
Leonardus, Randy Nababan. 2008.Kegiatan Usaha Pemeliharaan Sapi Perah Di Pt. Taurus Dairy Farm Kecamatan Cicurug Kabupaten Sukabumi Laporan Praktik Kerja.Universitas Jenderal Soedirman Fakultas Peternakan Program Studi Produksi Ternak Purwokerto.
Muljana,  B.A.  1987.  Pemeliharaan  dan  Kegunaan  Ternak  Perah.  CV.Aneka Ilmu. Semarang.
Oktaviani, T. T. 2010. Kinerja Reproduksi Sapi Perah Peranakan  Friesian Holstein (PFH) Di Kecamatan Musuk Boyolali. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta. 
Partodihardjo,S., 1980. Ilmu Reproduksi hewan. Mutiara. Jakarta.
Putra, Adika. 2009. Potensi Penerapan Produksi Bersih Pada Usaha Peternakan Sapi Perah  (Studi Kasus Pemerahan Susu Sapi Moeria Kudus Jawa Tengah). Tesis. MAGISTER ILMU LINGKUNGAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
Rohmad. 2011. Pemeliharaan Sapi Perah. http://www.rohmad.com/2011/11/ meraup-untung-dari-sapi-perah.html. Diakses pada tanggal 25 September 2014
Saptono, H. S. 2011. Tingkat Keberhasilan Inseminasi Buatan Pada Sapi Perah Rakyat di Kecamatan Mojosongo Kabupaten Boyolali. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Sebelas Maret. Surakarta.  Pramono, A., Kustono dan H. Hartadi. 2008. Calving Interval Sapi Perah di Daerah Istimewa Yogyakarta Ditinjau Dari Kinerja Reproduksi. Buletin Peternakan. 32(1) : 38-50.
Siregar S. B. 1996. Konsep Peraturan Makanan Ternak tentang Standar Makanan Sapi Perah. Usaha Angkasa. Bandung.
Sudono,  A.,  R.  F.  Rosdiana,  dan  B.  S.  Setiawan. 2003.  Beternak  Sapi  Perah Secara Intensif. Agromedia Pustaka.Jakarta.
Sugeng, Y.B., 2005. Sapi Potong. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sutardi, T.  2004. Pengaruh  Kelamin  dan  Kondisi  Tubuh  Terhadap  Hubungan Bobot Badan dengan Lingkat Dada pada Sapi Perah. Media Peternakan, Agromedia Pustaka. Jakarta.
Syarief,  M.Z.  dan  Sumoprastowo,  C.D.A.  1985.  Ternak  Perah. CV.Yasaguna. Jakarta.
Toelihere,M,R.,  1981.  Inseminasi  Buatan  pada  Ternak.  Angkasa. Bandung.
Toelihere, M. R. 1993. Inseminasi Buatan Pada Ternak. Penerbit Angkasa, Bandung.
Zainuddin,  G. 1982.   Hijauan Makanan  Ternak,  Apa  dan  Bagaimana. Swadaya Warta Persusuan Indonesia. Jakarta.
Zakariah, askari. 2010. Manajemen Pemeliharaan Ternak di PT. Adi Farm dan PT. Lembah Hijau Multifarm. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada.