Hai guys.....!!!!! Dengan berjuang keras dan selalu bersyukur, maka hidup akan lebih indah. :D #smille
Senin, 01 Desember 2014
Jumat, 28 November 2014
beauty Jasmin Thompson
We
clawed, we chained our hearts in vain
We jumped, never asking why
We kissed, I fell under your spell
A love no one could deny
We jumped, never asking why
We kissed, I fell under your spell
A love no one could deny
[Pre-Chorus]
Don’t you ever say I just walked away
I will always want you
I can’t live a lie, running for my life
I will always want you
Don’t you ever say I just walked away
I will always want you
I can’t live a lie, running for my life
I will always want you
[Chorus]
I came in like a wrecking ball
I never hit so hard in love
All I wanted was to break your walls
I came in like a wrecking ball
I never hit so hard in love
All I wanted was to break your walls
Yeah,
you wreck me
[Verse
2]
I put you high up in the sky
And now, you’re not coming down
It slowly turned, you let me burn
And now, we’re ashes on the ground
I put you high up in the sky
And now, you’re not coming down
It slowly turned, you let me burn
And now, we’re ashes on the ground
[Pre-Chorus]
Don’t you ever say I just walked away
I will always want you
I can’t live a lie, running for my life
I will always want you
Don’t you ever say I just walked away
I will always want you
I can’t live a lie, running for my life
I will always want you
[Chorus]
I came in like a wrecking ball
I never hit so hard in love
All I wanted was to break your walls
All you ever did was wreck me
I came in like a wrecking ball
I never hit so hard in love
All I wanted was to break your walls
All you ever did was wreck me
I came
in like a wrecking ball
Yeah, I just closed my eyes and swung
Left me crouching in a blaze and fall
All you ever did was wreck me
Yeah, you wreck me
Yeah, I just closed my eyes and swung
Left me crouching in a blaze and fall
All you ever did was wreck me
Yeah, you wreck me
[Bridge]
I never meant to start a war
I just wanted you to let me in
And instead of using force
I guess I should’ve let you in
I never meant to start a war
I just wanted you to let me in
I guess I should’ve let you in
Don’t you ever say I just walked away
I will always want you
I never meant to start a war
I just wanted you to let me in
And instead of using force
I guess I should’ve let you in
I never meant to start a war
I just wanted you to let me in
I guess I should’ve let you in
Don’t you ever say I just walked away
I will always want you
[Chorus]
I came in like a wrecking ball
I never hit so hard in love
All I wanted was to break your walls
All you ever did was wreck me
I came in like a wrecking ball
Yeah, I just closed my eyes and swung
Left me crouching in a blaze and fall
All you ever did was wreck me
Yeah, you wreck me All you ever did was wreck me
I came in like a wrecking ball
I never hit so hard in love
All I wanted was to break your walls
All you ever did was wreck me
I came in like a wrecking ball
Yeah, I just closed my eyes and swung
Left me crouching in a blaze and fall
All you ever did was wreck me
Yeah, you wreck me All you ever did was wreck me
Kamis, 27 November 2014
Sabtu, 04 Oktober 2014
MANAGEMEN PEMELIHARAAN SAPI PERAH DARA (HEIFERS), BUNTING DAN STEAMING UP
MANAGEMEN PEMELIHARAAN SAPI PERAH
DARA (HEIFERS), BUNTING DAN STEAMING UP
Dosen Pengampu: Bapak Ir. Sarwiyono, M.Agr.St

Disusun
oleh kelompok: 2
1.
Rachmad Dani
|
125050100111014
|
2.
Anifiati Ningrum
|
125050100111016
|
3.
Ika Nurjanah
|
125050100111017
|
4.
Nana Irhamna
Fuji L.
|
125050100111018
|
5.
Yulia Indri A
|
125050100111019
|
6.
M. Syafi’uddin
|
125050100111013
|
7.
Lana Qoirul
|
125050100111022
|
8.
Nurul Karimah
|
125050100111023
|
FAKULTAS
PETERNAKAN
UNIVERSITAS
BARAWIJAYA
MALANG
2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
sebuah makalah dengan tepat waktu.
Berikut ini kami mempersembahkan sebuah makalah dengan judul “MANAGEMEN
PEMELIHARAAN SAPI PERAH DARA (HEIFERS), BUNTING DAN STEAMING UP” yang diharapkan dapat memberikan manfaat yang
besar bagi kita semua, khususnya bagi yang sedang menekuni bidang peternakan.
Tidak lupa kami mengucapkan banyak terimakasih kepada Dosen
pengajar Mata kuliah Manajemen Produksi Ternak Ruminansia, Bapak Sarwiyono
Sardjani yang membimbing serta mengarahkan dalam penyusunan makalah ini.
Orangtua yang senantiasa selalu berdoa untuk kelancaran kuliah anaknya,
teman-teman seperjuangan yang juga senantiasa memberi dukungan semangat dan
kritikan-kritikan membangun. Serta semua pihak yang membantu kami dalam hal
penyusunan makalah ini.
Makalah ini masih sangat jauh dari kesempurnaan oleh karena itu
kritik serta saran yang membangun masih kami harapkan untuk penyempurnaan
makalah ini. Sebagai manusia biasa kami merasa memiliki banyak kesalahan, kami
mohon maaf sebesar-besarnya apabila terdapat salah kata dan materi Makalah yang
kurang berkenan dalam penyelesaian makalah ini.
Atas perhatian dari semua pihak yang membantu dalam penyusunan
makalah ini, kami mengucapkan terimakasih. Semoga makalah ini dapat
dipergunakan dengan bijak dan sebaik-baiknya.
Malang, 27 September 2014
Penulis
DAFTAR
ISI
Halaman Judul ................................................................................................. i
Kata Pengantar ................................................................................................ ii
Daftar Isi ......................................................................................................... iii
BAB I ...... PENDAHULUAN ....................................................................... 1
1.1
Latar Belakang ....................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................... 2
1.3 Tujuan ..................................................................................... 2
1.4 Manfaat .................................................................................. 2
BAB II ..... PEMBAHASAN...........................................................................
3
2.1 Manajemen pemeliharaan sapi darah ...................................... 3
2.2 Manajemen reproduksi dan sistem perkawinan
sapi dara ....... 7
2.2.1 Manajemen Reproduksi...................................................
7
2.2.2 Manajemen Perkawinan...................................................
9
2.3 Manajemen pemeliharaan sapi bunting.................................... 11
2.4 Manajemen sapi perah laktasi..................................................
14
2.5 Manajemen sapi sebelum melahirkan (partus)......................... 16
2.6
Perkandangan……………………………………………….. 20
BAB III PERTANYAAN DAN JAWABAN............................................ 23
BAB III PENUTUP.......................................................................................
3.1 Kesimpulan.............................................................................. 28
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 29
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Masa depan suatu peternakan sapi
perah tergantung pada program pembesaran pedet maupun dara sebagai replacement stock untuk dapat meningkatkan produksi susu. Dalam
usaha peternakan sapi perah pemeliharaan pedet memerlukan perhatian dan
ketelitian yang tinggi dibanding dengan pemeliharaan sapi dewasa. Hal ini
disebabkan karena kondisi pedet banyak yang masih lemah sehingga bisa
menimbulkan mortalitas yang tinggi.
Kesalahan dalam pemeliharaan pedet, dapat
menyebabkan pertumbuhan pedet terhambat dan tidak maksimal. Penanganan
pedet mulai dari lahir sangat diperlukan agar nantinya bisa mendapatkan sapi
yang mempunyai produktivitas tinggi untuk menggantikan sapi yang sudah tidak
berproduksi lagi (Syarief dan Sumoprastowo,1985). Pemeliharaan pedet yang baru lahir,
pemberian pakan dan minum, perkandangan serta penanganan kesehatan perlu
diperhatikan dengan baik, mengingat angka kematian pedet yang cukup tinggi pada
empat bulan pertama setelah pedet lahir. Di daerah tropis, rata – rata
persentase kematian pedet dibawah umur tiga bulan mencapai 20% bahkan bisa
mencapai 50% (Reksohadiprojo, 1984).
Efisien pengembangbiakan dan
pengembangan usaha ternak perahdapat dicapai apabila peternak benar-benar
memperhatikan tata laksana pemeliharaan dan manajemen pengelolaan yang baik
terhadap pemeliharaan pedet maupun sapi dara. Faktor penting yang harus
diperhatikan adalah manajemen yang memegang peranan penting dalam usaha ternak
perah. Sehingga pengetahuan, ketrampilan tentang manajemen
ternak perah khususnya menejemen
pemeliharaan pedet bagi mahasiswa Peternakan, produksi ternak perah penting
adanya untuk menunjang pengalaman dan pengetahuan praktis mahasiswa mengenai
manajeman pedet, manajemen perkandangan, manajemen pakan, management penanganan
lahir dan kesehatan pedet.
1.2
Rumusan Masalah
1. Bagaimana management pemeliharaan
pada sapi perah dara?
2. Bagaimana Reproduksi dan Sistem
perkawinan pada sapi perah dara?
3. Bagaimana Managemen Pemeliharaan Sapi perah Bunting ?
4. Bagaimana Managemen Perawatan Sapi perah Laktasi ?
5. Bagaimana Manajemen Sapi Sebelum Melahirkan ?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui menegemen
pemeliharaan pada sapi perah dara.
2. Untuk mengetahui Reprduksi dan
Sistem Perkawinan pada sapi perah dara.
3. Untuk mengetahui managemen
pemeliharaan sapi perah saat bunting.
4. Untuk mengetahui managemen perawatan
sapi perah saat laktasi. Dan
5. Untuk mengetahui manajemen sapi
sebelum melahirkan.
1.4 Manfaat
· Menambah pengetahuan tentang
manajemen pemeliharaan sapi dara, bunting, laktasi dan partus.
· Sebagai syarat pemenuhan tugas makalah manajemen
Ruminansia.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Managemen Pemeliharaan Sapi Perah Dara
(Heifers)
Mulai umur 3 bulan pedet sudah dapat
dikategorikan sebagi sapi perah dara dan sudah dapat dikeluarkan dari kandang
untuk melakukan gerakan badan di tempat yang terlindung. Sapi dara yang tidak
diberi kesempatan melakukan gerak badan akan mengalami pertumbuhan yang
terhambat dan kelemahan pada badan dan bagian kakinya mengingat hewan ini sejak
kecil selalu terkurung bahkan terikat di dalam kandang pedet. Setelah berumur 3
bulan sapi dara sebaiknya ditempatkan di dalam kandang kelompok yang berjumlah
anrtara 3-4 ekor, dengan jenis kelamin, umur dan berat badan yang seragam
(Soetarno,2003).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan sapi perah dara
(heifers) :
a) Bangsa sapi
b) Besar waktu lahir
c) Pertumbuhan pada periode pedet
sampai umur 6 bulan
d) Pengaruh pakan
e) Pengaruh kebuntingan pada waktu
pertumbuhan, dan
f) Pengaruh Lingkungan.
Pedet sapi perah umumnya sudah mulai
disapih pada umur 3 bulan. Meski adakalanya dijumpai penyapihan yang dilakukan
pada umur yang lebih atau kurang dari 3 bulan. Apabila dilakukan penyapihan
dini pedet harus dalam kondisi sehat dan sudah mengkonsumsi konsentrat formula
pedet (calf starter) sebanyak 0,5 kg/hari atau lebih. Pedet yang sudah
mengkonsumsi konsentrat berkualitas tinggi dan disapih secara dini, akan
mengalami masa transisi menjadi hewan ruminansia sejati yang lebih cepat.
Pemeliharaan
Sapi Dara Heifers yang terlalu gemuk menyimpan lemak di ambingnya, dimana
nantinya akan menghambat pembentukan sel-sel yang mensekresi susu. Jika heifers
terlalu gemuk, mungkin akan terjadi akumulasi lemak pada saluran reproduksi
mereka sehingga bisa mengakibatkan berkurangnya fertilitas dan dapat
mrnimbulkan distochia. Heifers yang lebih tua dan terlalu gemuk akan lebih
mudah mengalami gangguan metabolisme seperti sapi laktasi pada saat calving.
Heifers yang terlalu kurus juga akan mengalami penurunan fertilitas serta dikhawatirkan
akan menimbukan masalah kesehatan yang lain dibandingkan dengan heifers yang
bobot badannya berukuran ideal dan tumbuh secara baik.
Heifers atau sapi perah betina
merupakan sapi perah betina yang merupakan calon induk sudah dewasa kelamin
(berumur 6-8 bulan) sampai beranak pertama kali. Mengingat tujuan utamanya
sebagai calon induk maka perlu sekali diperhatikan kriteria-kriteria sebagai
calon induk, antara lain : Berasal
dari turunan yang mempunyai produksi susu yang tinggi , menunjukan pertumbuhan
yang baik dan normal, bebas dari cacat tubuh dan penyakit.
Pembesaran sapi perah dara untuk
dijadikan calon induk ditujukan terhadap dua kepentingan, yaitu:
1) Pengganti Induk Pada suatu usaha
sapi perah sangat sering terjadi adanya pengeluaran (culling) sapi perah induk
dalam setiap tahunnya yang mencapai prosentase 25%. Oleh karena itu, jumlah
sapi dara yang akan dijadikan seagai induk pengganti (replacement stock)
seharusnya disesuaikan dengan jumlah induk yang akan di culling dan ditambah
dengan jumlah mortalitas yang mungkin terjadi pada sapi dara tersebut.
2) Pengembangan usaha dengan cara menambah
populasi induk dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu: a) Membesarkan sapi perah
dara yang berasal dari turunan sapi perah sendiri (self replacement). b) Membeli
dari luar (new comer replacement).
a. Pemberian
Pakan
Pakan sapi terdiri dari hijauan sebanyak 60% (Hijauan yang
berupa jerami padi, pucuk daun tebu, lamtoro, rumput gajah, rumput benggala
atau rumput raja, daun jagung, daun ubi dan daun kacang-kacangan) dan
konsentrat (40%). Umumnya pakan diberikan dua kali per hari pada pagi dan sore
hari.
Pemberian pakan pada sapi perah dapat dilakukan dengan tiga
cara, yaitu system penggembalaan, system perkandangan atau intensif dan system
kombinasi keduanya. Pakan berupa rumput bagi sapi dewasa umumnya diberikan
sebanyak 10% dari bobot badan (BB) dan pakan tambahan sebanyak 1-2% dari BB.
Sapi yang sedang menyusui (laktasi) memerlukan makanan
tambahan sebesar 25% hijauan dan konsentrat dalam ransumnya. Hijauan yang
berupa rumput segar sebaiknya ditambah dengan jenis kacang-kacangan (legum).
Untuk sapi dara lepas sapih (umur 3 bulan-6 bulan), pemberian pakan starter
(calf starter) mulai digantikan dengan formula pakan konsentrat dengan
komposisi pakan protein kasar lebih dari 16 % dan TDN lebih dari 70 %. Adapun
pemberian konsentrat ini dilakukan dengan cara bertahap dan di batasi maksimum
2 kg/ekor/hari. Sapi dara berumur 6 bulan keatas sudah mampu mencerna bahan
makanan yang serat kasarnya tinggi karena daya cernanya sudah sempurna. Makanan
terdiri dari hijauan rumput 20 kg/hari/ekor yang mengandung 12 % atau 13 %
protein kasar.
Apabila dalam pemeliharaanya berada pada kondisi tropis,
maka perlu di tambahkan makanan penguat sebanyak 1-1,5 kg/ekor/hari, dan
apabila hijauan jelek maka cukup sekali di beri konsentrat 2-3 kg/ekor/hari.
Sumber karbohidrat berupa dedak halus atau bekatul, ampas tahu, gaplek, dan
bungkil kelapa serta mineral (sebagai penguat) yang berupa garam dapur, kapur,
dll. Pemberian pakan konsentrat sebaiknya diberikan pada pagi hari dan sore
hari sebelum sapi diperah sebanyak 1-2 kg/ekor/hari. Selain makanan, sapi harus
diberi air minum sebanyak 10% dari berat badan perhari.Pemeliharaan utama
adalah pemberian pakan yang cukup dan berkualitas, serta menjaga kebersihan
kandang dan kesehatan ternak yang dipelihara. Pemberian pakan secara intensif
dikombinasikan dengan penggembalaan Di awal musim kemarau, setiap hari sapi
digembalakan. Di musim hujan sapi dikandangkan dan pakan diberikan menurut
jatah. Penggembalaan bertujuan pula untuk memberi kesempatan bergerak pada sapi
guna memperkuat kakinya.
Hal - hal yang perlu diperhatikan apabila ternak dilepas di
padang rumput :
1). Apakah sapi tersebut sudah
terbiasa makan makanan yang mengandung serat kasar.
2). Harus diperhatikan apakah
tubuhnya sudah terkenan parasit luar berupa caplak ataupun tidak dan tubuhnya
terkena jamur (Ring Worm).
Pelepasan di padang rumput merupakan cara yang baik selain
ekonomis juga karena terdiri dari leguminose yang banyak mengandung protein.
Pemberian pakan di padang rumput yang baik sering di sebut “ Pasture Feeding”, bila
padang rumput yang biasa di sebut “field”. Dua bulan menjelang melahirkan sapi
di beri konsentrat 2,72 – 4,54 kg/ hari. Elanco Animal Health memperkenalkan /
mempublikasikan sebuah booklet ”BCS For Replacement Heifers” yang menunjukkan
heifers pada berbagai BCS.Pada umunya heifers akan memiliki BCS yang lebih
kecil dibandingkan heifers dengan usia 6 bulan yang memiliki BCS antara 2-3.
Biasanya BCS heifers tidak lebih dari 3,5. Disarankan untuk mengatur pola makan
heifers agar memiliki BCS 3,5. Heifers dari usia 6 bulan sampai kawin,
diharapkan memiliki BCS antara 2,5-3. Setelah itu, pada saat kawin BCS mereka
akan naik berangsur-angsur dari 3 menjadi 5.Pakan yang diberikan kepada sapi
dalam keadaan fresh feed, keunggulan dari pemberian pakan secara fresh feed
dari keadaan pakan yang segar dan aroma yang harum, dapat meningkatkan
palatabilitas makan sapi sehingga kebutuhan untuk mencukupi kebutuhan pokok dan
kebutuhan produksi dapat segera tersedia kembali. Pakan diberikan sesuai
kebutuhan nutrisi sapi perah dalam keadaan fresh feed bertujuan agar kualitas
pakan yang diberikan tetap baik kandungan nutrisinya.
Tujuan pemberian pakan fresh ini yaitu untuk meningkatkan
palatabilitas makan sapi, sehingga pada saat sapi selesai diperah dan balik
lagi ke kandang, bisa langsung makan dengan kondisi pakan yang diberikan fresh.
Hal ini dapat menarik perhatian sapi agar tidak langsung tidur diatas bedding
pada saat selesai diperah, dan dapat memberikan kesempatan kepada otot puting
(spincter) yang terbuka pada saat diperah sehingga pada saat sapi makan otot
tersebut dapat tertutup kembali dengan sempurna, dan dapat mencegah bakteri
untuk masuk kedalam ambing yang dapat menyebabkan penyakit mastitis.
b. Pemberian
Minum
Air merupakan zat yang penting bagi
kehidupan, dan diperlukan oleh setiap makluk hidup. Dalam sebuah usaha
peternakan, air merupakan unsur yang penting, salah satunya digunakan sebagai
air minum untuk ternak. Sapi perah sebaiknya diberikan air minum yang bersih
dan segar, dan air minum disediakan ad libitum. Pengisian air dilakukan secara
manual oleh petugas kandang. Menurut Wattiaux (2003), pemberian air bersih yang
segar harus tersedia secepat mungkin pada saat pakan diberikan, konsumsi dari
bahan kering ditingkatkan oleh konsumsi air yang diberikan. Pemberian air minum
untuk sapi dewasa disediakan dump tank system di dalam kandang, dilengkapi
dengan pelampung sistem yang berfungsi menjaga air dalam dump tank agar selalu
dalam keadaan penuh.
2.2
Sistem Perkawinan dan reproduksi
sapi perah dara
2.2.1
Sistem Perkawinan
Sistem perkawinan merupakan sebuah gambaran dari beberapa
metode perkawinan untuk program pengembakbiakan sapi. Masa berahi seekor sapi
cukup singkat, maka perlu pengamatan secara teliti terhadap tanda - tanda
berahi seekor ternak agar program perkawinan dapat berjalan sesuai rencana.
Sistem perkawinan ternak dapat dilakukan dengan dua cara:
1.
Perkawinan Alami
Perkawinan
alami dilakukan oleh seekor pejantan yang langsung memancarkan sperma kedalam
alat reproduksi betina dengan cara kopulasi. Terlebih dahulu pejantan
mendeteksi kondisi berahi betina dengan menjilati atau membau di sekitar organ
reproduksi betina bagian luar setelah itu pejantan melakukan penetrasi.
2.
Perkawinan Buatan
Perkawinan
buatan sering dikenal dengan Inseminasi Buatan (IB) atau Artificial
Insemination (AI) yaitu dengan cara memasukkan sperma kedalam saluran
reproduksi betina dengan menggunakan peralatan khusus (Blakely dan Bade, 1988).
Melalui inseminasi buatan (IB), sapi tersebut menunjukkan gejala-gejala berahi
dan mencocokkan data yang ada dalam satu siklus. Keuntungan IB, seekor jantan
dapat melayani 5000-10.000 ekor sapi betina per tahun dan memperoleh keuntungan
lain yaitu keturunan lebih baik dari induknya. Sapi dara dapat di kawinkan bila
menunjukan tanda-tanda birahi. Siklus birahi rata-rata pada sapi perah berkisar
21 hari, tetapi ada juga yang bervariasidari 17 - 36 hari.
Perkawinan pertama sapi PFH dara di Indonesia tidak
disarankan menggunakan IB, sebab dikuatirkan sapi yang baru pertama kali
beranak dan masih dalam fase pertumbuhan tersebut akan mengalami kesulitan
sewaktu melahirkan, karena besarnya pedet hasil IB yang dilahirkannya. IB baru
dianjurkan pada induk-induk PFH yang beranak untuk kedua kali dan seterusnya.
Tanda-tanda birahi umum pada sapi dara :
a.
Menaiki sapi-sapi lain, yang birahi menaiki sapi betina yang tidak birahi
b.
Mempunyai rasa lebih dekat dengan yang lain , senantiasa mengikuti sapi lain,
menyenderkan kepala di bagian belakang, menciumi dan mienjilati sapi lain
c.
Keluar lender bening dari vulva.
d. Vulva
membengkak, lembab dan permukaan lebih halus sedangkan sapi yang tidak birahi
vulva mengkerut Selain itu perlu diketahui adanya Silent heat.
Silent heat dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan pada
hewan betina dimana hewan betina tersebut tidak menunjukkan gejala birahi
tetapi proses ovulasi tetap terjadi (aktivitas siklus ovarium tetap normal)
(Anonim c, 2004). Menurut Kidder et.al kasus silent heat pada sapi yang terjadi
pada rentang waktu antara melahirkan sampai 60 hari pasca melahirkan dapat
mencapai 44,3% dan antara hari ke-60 sampai 308 hari pasca melahirkan sebesar
11,0 %. Pada hewan betina yang mengalami estrus maka secara umum pada
pemeriksaan melalui vagina dengan menggunakan spikulum atau vaginoskop akan
terlihat adanya hyperemia pada permukaan mukosa vagina, relaksasi dinding
serviks, dan adanya sedikit lendir birahi pada vagina.
Perkawinan pertama seekor sapi perah dara tergantung pada 2
faktor utama yaitu umur dan berat badan. Apabila perkawinan sapi perah dara
terlalu cepat dengan kondisi tubuh yang terlalu kecil, maka akibat yang terjadi
adalah :
a.
Kesulitan melahirkan
b.
Keadaan tubuhnya yang tetap kecil nantinya setelah menjadi induk sehingga dapat
berakibat kemandulan dan rendahnya produksi susu.
Sapi perah dara sudah siap dikawinkan setelah mencapai umur
15 - 18 bulan dengan berat rata-rata 300 kg, Hal tersebut disebabkan karena
sapi yang bersangkutan telah mendapatkan pakan yang cukup dan mencapai berat
badan yang di kehendaki serta agar pada kisaran umur 28-30 bulan dapat beranak.
Perkawinan sapi perah dara di Indonesia tidak disarankan menggunakan IB, sebab
dapat dikhawatirkan pada waktu pertama kali beranak dan masih dalam fase
pertumbuhan tersebut akan mengalami kesulitan sewaktu melahirkan karena besar
pedet hasil IB yang dilahirkan. IB baru dianjurkan pada induk-induk sapi PFH
yang beranak untuk kedua kalinya sampai seterusnya. Sapi perah dara FH dan
Brown Swiss memerlukan berat badan 350 kg - 375 kg untuk perkawinan yang
pertama, PFH pada berat 275 kg. Sedangkan Guernsey dan Aryshire pada berat
badan 250 - 275 kg dan Jersey pada berat badan lebih kurang 225 kg.
2.2.2
Sistem Reproduksi
Reproduksi pada hewan
betina merupakan suatu proses yang kompleks dan dapat terganggu pada berbagai
stadium sebelum dan sesudah permulaan siklus
reproduksi. Siklus ini
dimulai dengan pubertas
atau dewasa kelamin yang
ditandai dengan berfungsinya
organ-organ kelamin betina.
Kemudian musim kawin yang ditandai dengan siklus birahi, kopulasi,
adanya kelahiran setelah kebuntingan dan
anak disapih. Maka
ternak betina akan
kembali kemasa siklus birahi dan
seterusnya (Toelihere, 1981).
Kinerja Reproduksi Sapi
Perah pada Proses reproduksi sangat penting bagi usaha peternakan sapi perah,
mengingat tanpa adanya reproduksi mustahil roduktivitas dapat diharapkan
mencapai hasil yang maksimal. Menurut Pramono et all. (2008), berbagai aspek
yang menjadi hal penting diperhatikan dari segi reproduksi antara lain
adalah service per conception S/C), concepton rate (CR), post partum mating dan
calving interval (CI).Service per
Conception (S/C) adalah angka yang menunjukkan jumlah inseminasi untuk
menghasilkan kebuntingan dari sejumlah pelayanan inseminasi (service) yang
dibutuhkan oleh ternak betina sampai terjadi kebuntingan (Toelihere, 1993).
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa rataan S/C sapi perah di Kecamatan Pudak
adalah 2,1 ± 1,38 masuk dalam service
per conception sebanyak 2 kali. Nilai S/C ini menunjukkan tingkat kesuburan
dari hewan betina. Semakin rendah nilai tersebut maka semakin tinggi kesuburan
dari sapi-sapi betina yang di IB dan sebaliknya, semakin tinggi nilai S/C maka
semakin rendah tingkat kesuburan sapi betina dalam kelompok tersebut. Beberapa
penelitian lain mengenai pencapaian rata-rata angka S/C untuk sapi perah
sebesar 2,75 kali (Saptono, 2011); 2,55 kali (Octaviani, 2010); 2,27 kali
(Leksanawati, 2010).
Tingkat kesuburan sapi
betina pengaruhi oleh faktor internal dari hewannya, termasuk kesehatan
reproduksi hewan dan manajemen pemeliharaan (Fitrianti, 2008). Selain kondisi
ternak kesuburan betina, faktor lain yang juga mempengaruhi nilai S/C adalah
keterampilan inseminator dalam melakukan kegiatan inseminasi, yaitu mengenai
teknik inseminasi (Oktaviani, 2010). Soeharsono et al. (2010) menambahkan, faktor
lain yang tidak kalah penting dan berpengaruh terhadap nilai S/C adalah
pengetahuan danketerampilan peternak dalam deteksi birahi.
Menurut Kusumawardana
(2010) Sapi dara yang
sudah mengalami birahi
harus segera di IB.
Di mana tanda tanda birahi tersebut
meliputi: Keluar lendir bening dari vulva, Menaiki sapi-sapi lain dimana yang
birahi menaiki sapi betina yang tidak birahi, Mempunyai rasa lebih dekat dengan
yang lain, senantiasa mengikuti sapi lain, menyenderkan kepala di bagian
belakang, menciumi dan mienjilati sapi lain dan Vulva membengkak, lembab dan
permukaan lebih halus sedangkan sapi yang tidak birahi vulva mengkerut Selain
itu perlu diketahui adanya Silent heat. Silent heat dapat didefinisikan sebagai
suatu keadaan pada hewan betina dimana hewan betina tersebut tidak menunjukkan
gejala birahi tetapi proses ovulasi tetap terjadi (aktivitas siklus ovarium
tetap normal) (Anonim c, 2004). Menurut Kidder et.al kasus silent heat pada
sapi yang terjadi pada rentang waktu antara melahirkan sampai 60 hari pasca
melahirkan dapat mencapai 44,3% dan antara hari ke-60 sampai 308 hari pasca
melahirkan sebesar 11,0 %. Pada hewan betina yang mengalami estrus maka secara
umum pada pemeriksaan melalui vagina dengan menggunakan spikulum atau vaginoskop
akan terlihat adanya hyperemia pada permukaan mukosa vagina, relaksasi dinding
serviks, dan adanya sedikit lendir birahi pada vagina.
Siklus birahi
ternak betina terbagi
menjadi 4 fase
yaitu proestrus, estrus, metestrus, dan diestrus. Proestrus ditandai
dengan pertumbuhan folikel tersier menjadi
folikel de graff. Kelenjar endometrium memanjang, cervix mulai
merelaks dan lumen cervix mulai memproduksi lendir. Estrus ditandai dengan
adanya kopulasi, ovum telah masak dan dinding folikel menjadi tipis serta terjadi
ovulasi (pecahnya dinding
folikel dan keluarnya
ovum dari folikel). Metestrus ditandai
dengan pembentukan corpus hemorragicum di tempat folikel
de graff, kelenjar
kental disekeresikan oleh
cervix untuk menutup lubang cervix. Diestrus ditandai dengan kebuntingan
dan adanya selsel kuning (luteum) di bawah lapisan hemoragik (Partodihardjo,
1980)
Letak kebuntingan pada
ternak sapi biasanya pada daerah perut bagian kanan. Hal
ini disebabkan aktivitas
ovarium kanan dan kiri tidak
sama. Ovarium kanan pada
sapi lebih aktif
dan besar bila
dibandingkan dengan ovarium kiri.
Volume uterus mengembang
mengikuti pertumbuhan embrio atau
fetus yang dikandungnya.
Bagian cornu uterus
akan berangsur turun, biasanya terjadi
pada usia kebuntingan
90 hari. Pada
umur 4 bulan
ujung uterus sampai ke
dasar ruang perut.
Pada usia 5
bulan dasar perut
dipenuhi oleh uterus yang
bunting. Pada usia
9 bulan, dinding
uterus bersentuhan dengan dinding
rektum (Sugeng, 2003).
Pemeriksaan kebuntingan
pada sapi selain
dapat untuk menentukanusia kebuntingan ternak sapi juga
sekaligus dapat untuk menentukan diagnose perbedaan antara
kebuntingan dengan kelainan
atau gangguan pada
organ reproduksi. Pemeriksaan kebuntingan dilakukan secara teratur
dengan interval waktu antara 30-40
hari dari inseminasi
yang terakhir. Sapi
yang kemudian dinyatakan bunting,
diperiksa kembali setelah
90-120 hari setelah pemeriksaan kebuntingan
yang terakhir. Dengan
demikian dapat untuk menghindari inseminasi
ulang pada sapi
yang sedang bunting (Partodihardjo,1980).Sekitar kurang
lebih 60-90 hari
setelah perkawinan diadakan
pemeriksaan kebuntingan
dengan palpasi rektal
untuk mengetahui keberadaan foetus. Pada
saat pemeliharaan sapi-sapi
tersebut juga dilakukan pengamatan bila terjadi birahi
kembali (return heat). Apabila sapi-sapi tersebut mengalami return heat berarti
tidak terjadi kebuntingan
dan dapat dilakukan IB kembali.
2.3Managemen
Perawatan Sapi Bunting
Hal utama yang penting
diperhatikan pada sapi perah bunting adalah ransum dan kesehatan, sapi perah
bunting yang mendapat ransum yang baik, dalam kuantitas dan kualitas, serta
kesehatan yang terpelihara
baik akan melahirkan pedet yang sehat dan kuat. Sapi yang bunting banyak sekali
memerlukan gerak badan untuk itu dilepaskan di padang terbuka atau dibawa
jalan-jalan dengan maksud supaya peredaran darah menjadi lebih lancar sehingga
kesehatan anak yang dikandang lebih terjamin, kesulitan dalam melahirkan dapat
dihindarkan dan terjadinya Retentiosecundinarum (ketinggian ari) dapat dicegah
(Putra, Adika. 2009).
a.
Pemberian
Pakan
Pakan mempunyai peranan yang penting, baik diperlukan bagi
ternak-ternak muda untuk mempertahankan hidupnya
dan menghasilkan suatu
produksi serta tenaga, bagi ternak dewasa berfungsi untuk memelihara daya
tahan tubuh dan kesehatan. Pakan yang diberikan pada seekor ternak harus
sempurna dan mencukupi. Sempurna dalam
arti bahwa pakan
yang diberikan pada
ternak tersebut harus mengandung semua nutrien yang diperlukan oleh
tubuh dengan kualitas yang baik (Sugeng, 2005).
Pakan
ternak sapi yang
cukup nutrien merupakan
salah satu unsur penting
untuk menunjang kesehatan,
pertumbuhan dan reproduksi ternak. Pemberian
pakan yang baik
dan memenuhi beberapa
kebutuhan sebagai berikut :
1. Kebutuhan
hidup pokok, yaitu kebutuhan pakan yang mutlak dibutuhkan dalam jumlah
minimal. Meskipun ternak
dalam keadaan hidup
tidak mengalami pertumbuhan dan kegiatan. Pada hakekatnya kebutuhan
hidup pokok adalah kebutuhan
sejumlah minimal zat
pakan untuk menjagakeseimbangan dan
mempertahankan kondisi tubuh
ternak. Kebutuhan tersebut digunakan untuk bernafas, dan pencernaan
pakan. Kebutuhan pokok hidup tergantung pada bobot badan, sedang kebutuhan
untuk pertumbuhan tergantung pada kecepatan pertumbuhan rata-rata perhari.
2. Kebutuhan pertumbuhan,
yaitu kebutuhan pakan
yang diperlukan ternak sapi untuk proses pembentukan jaringan
tubuh dan menambah berat badan.
3. Kebutuhan untuk
reproduksi, yaitu kebutuhan
pakan yang diperlukan ternak sapi untuk proses
reproduksi, misalnya kebuntingan.
Bobot
|
Sapi
|
Tmbhn Bobot
|
Kebutuhan
|
||||||
BK
|
Kasar
|
PK (%)
|
TDN (%)
|
ME
Mcak/kg
|
Ca
(%)
|
P
(%)
|
|||
150
|
Betina
|
0,0
|
2,8
|
100
|
8,7
|
55
|
2,0
|
0,18
|
0,18
|
0.5
|
4,1
|
75
|
11,0
|
61
|
2,2
|
0,34
|
0,29
|
||
200
|
Betina
|
0,0
|
3,5
|
100
|
8,5
|
55
|
2,0
|
0,18
|
0,18
|
0,5
|
6,0
|
75
|
10,2
|
64
|
2,3
|
0,32
|
0,27
|
||
300-400
|
Bunting
|
-
|
10,5
|
85
|
5,9
|
56
|
1,9
|
0,21
|
0,20
|
300-400
|
Menyusui
|
-
|
10,8
|
85
|
10,9
|
55
|
2,0
|
0,24
|
0,38
|
Tabel 1.Kebutuhan Nutrisi sapi Bunting
|
Jenis
pakan
|
Pemberian
|
Sapi bunting (3-6 bulan)
|
Konsentrat
|
3 kg/ ekor/ hari
|
Hijauan segar
|
5 kg/ ekor/ hari
|
|
Sapi bunting (6-9 bulan )
|
Konsentrat
|
4 kg/ ekor/ hari
|
Hijauan segar
|
5 kg/ ekor/ hari
|
Sumber : Kusumawardana (2010)
Perbedaan jumlah pakan
yang diberikan antara sapi bunting muda
dengan sapi bunting
tua bertujuan untuk
meningkatkan asupan nutrisi bagi
induk dan foetus. Saat
memasuki umur kebuntingan tua
(6-9 bulan), induk
sebaiknya dipindahkan ke kandang yang
lebih luas dan
tali kekangnya juga dikendurkan agar bergerak lebih leluasa dan
bertujuan untuk exercise.
b. Pemberian
Minum
Sebagian
besar kebutuhan air bagi ternak ruminansia dipenuhi dari air dan selebihnya
berasal dari ransum dan dari proses metabolisme yang terjadi pada
tubuh ternak. Menurut
Muljana (1987), jumlah
air yang diminum tergantung
pada ukuran tubuh, temperature
lingkungan, kelembaban udara dan
jumlah air yang
ada pada pakan.
Syarief dan Sumoprastowo (1985)
menambahkan bahwa air
yang dibutuhkan seekor sapi perah tidak cukup bila hanya
diharapkan dari hijauan saja, walaupun kadar air hijauan sekitar 70%-80%. Air
yang diperlukan seekor sapi perah sekitar 37-45 liter/hari.Air minum
mutlak dibutuhkan dalam
usaha peternakan sapi
perah,hal inidisebabkan
karena susu yang
dihasilkan 87% berupa
air dan sisanya berupa bahan kering. Seekor
sapi perah membutuhkan
3,5-4 liter air
minum untuk mendapatkan 1
liter susu (Sudono et.al, 2003).
c.
Perawatan dan Pengendalian Penyakit
Usaha pencegahan
penyakit yaitu sebelum kandang ditempati terlebih dahulu disiram dengan air
kapur supaya bebas dari bibit penyakit, memandikan ternak setiap pagi dan siang
hari, membersihkan kandang dan selokan. Desinfeksi dilakukan dua kali seminggu
dengan cara menyemprotkan ke seluruh bagian kandang. Desinfektan berupa snifet
dan formalin.Penyediaan obat tergantung kondisi lapangan, bila persediaan obat
habis maka dapat dibeli obat pada saat diperlukan. Penyakit yang sering
diderita yaitu diare dan batuk. Bila ternak terkena diare maka diberi vitamin
B12 atau obat tradisional dan teh. Untuk penyakit batuk diberi antibiotik dan
untuk pernafasan diberikan Tilosivet (zakariah, askari, 2010)
d.
Identifikasi Recording
Recording
adalah pencatatan tentang segala sesuatu mengenai ternak. Sistem pencatatan
yang rapih dan baik sangat penting untuk mengetahui masalah dengan cepat dan
tepatserta memudahkan untuk menetapkan tujuan. Recording yang dilakukan untuk
induk adalah: nomor induk, tanggal dikawinkan, nomor pejantan, tanggal beranak,
jumlah anak, obat-obatan yang diberikan pada waktu beranak dan jumlah anak yang
disapih (zakariah, 2010).
2.4 Perawatan Sapi Laktasi
Kandang dibersihkan
setiap hari agar sapi senantiasa bersih dan bebas dari kotoran sehingga susu
yang diperoleh tidak rusak dan tercemar. Sebelum melakukan pemerahan dilakukan
pembersihan lantai kandang, tempat pakan, tempat minum, dan kemudian
membersihkan bagian ambing. Hal ini dilakukan karena susu mudah menyerap bau.
Apabila kebersihan
kurang terjaga maka dpaat menimbulkan penyakit seperti mastitis yang secara
umum sering terjadi. Hadisutanto, (2008) menyatakan bahwa, beberapa hal yang
harus dilakukan untuk mencegah timbulnya penyakit adalah sebagai berikut :
1. Menjaga
agar kebutuhan pakan selalu terpenuhi supaya penyakit kekurangan unsur gizi
bisa dihindari seperti penyakit kekrangan Ca pada induk laktasi.
2. Menjaga
kebersihan atau sanitasi agar supaya terhindar dari penyakit akibat parasit
maupun bakteri dan virus.
3. Melakukan
pengobatan secara dini, misalnya pengobatan cacing.
4. Memberikan
pencegahan terhadap penyakit yang ditimbulkan oleh virus.
5. Melakukan
pemerahan dengan baik seperti melalukan melakukan pemerahan dengan benar untuk
menghindari penyakit mastitis, pemberian pakan yang benar sehingga terhindar
dari penyakit kembung dan lain-lain.
Pada permulaan laktasi,
bobot badan akan mengalami penurunan, karena sebagian dari zat-zat makanan yang
dibutuhkan untuk pembentukan susu diambil dari tubuh sapi. Pada saat itu juga
sapi laktasi mengalami kesulitan untuk memenuhi zat-zat makanan yang dibutuhkan
sebab nafsu makannya rendah, oleh karena itu pemberian ransum terutama
konsentrat harus segera ditingkatkan begitu nafsu makannya membaik kembali (Leonardus.2008).
a. Pemberian
pakan
Pakan hijauan untuk induk laktasi dapat diberikan
dalam bentuk kering (hay) maupun dalam bentuk basah atau hijauan segar (dalam
bentuk silage). Pembuatan “hay” biasanya berupa hijauan berbentuk tegak yang
dikeringkan, sedangkan pembuatan
“silage” di daerah tropis masih
sulit dilakukan karena banyak hijauan yang sudah tua dan sukar mengeluarkan
udara dari dalam silo sehingga
bersifat anaerob yang
dibutuhkan kurang sempurna (Zainuddin, 1982).
Pakan
konsentrat adalah bahan
pakan yang konsentrasi
gizinya tinggi tetapi kandungan
serat kasarnya relatif
rendah dan mudah
dicerna. Bahan dapat berupa dedak
atau bekatul, bungkil kelapa, bungkil kacang tanah, ketela pohon atau gaplek
dan lain-lain. Pada umumnya peternak menyajikan pakan konsentrat ini masih
sangat sederhana, yakni hanya membuat susunan pakan/ransum yang
terdiri dari dua
bahan saja, dan
bahkan ada yang
hanya satu macam bahan saja
(Sudono, 1983).
Pakan tambahan bagi ternak sapi biasanya berupa
vitamin dan mineral. Pakan tambahan ini dibutuhkan oleh sapi yang dipelihara
secaraintensif dan hidupnya berada dalam
kandang terus-menerus.
Vitamin yang dibutuhkan ternak sapi adalah vitamin A,
vitamin C, vitamin D danvitamin E, sedangkan mineral sebagai
bahan pakan tambahan
dibutuhkan untuk berpropuksi, terutama kalsium dan posfor
(Sutardi, 2004).
Ukuran pemberian pakan untuk mencapai koefisien
cerna tinggi dicapai dengan
perbandingan BK hijauan
: konsentrat =
60% : 40. Sapi
perah membutuhkan sejumlah serat kasar yang sebagian besar berasal dari
hijauan. Untuk memperoleh pencernaan pakan yang akan mempengaruhi kualitas susu
yang dihasilkan (Sutardi, 2004).
Pemberian ransum sapi perah yang sedang tumbuh maupun
yang sedang berproduksi
susu sesering mungkin
dilakukan, minimal dua kali
dalam sehari semalam. Frekuensi pemberian
konsentrat hendaknya disesuaikan pula dengan pemerahan, yaitu dilakukan
setiap 1-2 jam sebelum pemerahan (Siregar, 1996).
b. Pemberian
air minum
Samahalnya
dengan pemberian air minum pada ternak sapi bunting Air minum mutlak
dibutuhkan dalam usaha
peternakan sapi perah,hal ini
disebabkan karena susu
yang dihasilkan 87%
berupa air dan
sisanya berupa bahan kering. Seekor sapi
perah membutuhkan 3,5-4 liter air
minum untuk mendapatkan 1
liter susu (Sudono et.al, 2003). Perbandingan antara susu
yang dihasilkan dan
air yang dibutuhkan
adalah 1: 4. Jumlah
air yang dibutuhkan tergantung
pada susu yang dihasilkan, suhu sekitarnya dan macam pakan yang diberikan
(Sudono, 1999).
2.5
Manajemen Sapi Sebelum Melahirkan
Pemberian pakan yang tepat sangat penting bagi sapi yang
akan melahirkan. Beberapa saat sebelum melahirkan, sebagian besar peternak
mulai memberikan pakan dalam bentuk biji-bijian yang kaya akan nutrisi khsusnya
protein kepada sapi, tanpa mempersoalkan jenis pakan utama yang diberikan. Steaming
up merupakan
peningkatan jumlah pakan pada periode kering sekitar 2-3 minggu sebelum
melahirkan. Selama Steaming up pemberian konsentrat dan hijauan
ditingkatkan 5-6 kg/hari (Kung, 2007). Perlu waktu sekitar tiga minggu bagi sapi untuk
menyesuaikan diri dengan ransum baru. Agar mampu memproduksi susu yang tinggi,
serta memberikan nutrisi yang cukup untuk induk dan calon pedet yang ada dalam
kandungan sehingga proses partus akan berjalan normal, maka seekor sapi harus
menerima ransum yang mengandung butir-butiran dan untuk mereka memerlukan waktu
penyesuaian atau adaptasi.
Sejumlah kecil bahan pakan butiran diberikan kepada sapi
selama 2 –3 minggu menjelang melahirkan ini jumlahnya dinaikkan secara bertahap
hingga sapi mengkonsumsi butiran sebanyak 10 –15 pon/ekor/hari. Metode
pemberian pakan sepereti ini dikenal sebagai metode steaming up, lead feeding atau challenge
feeding.
Untuk sapi dara atau sapi yang belum pernah mengalami masa
laktasi maka tidak mengalami periode kering.
Karena periode kering adalah waktu untuk sapi perah yang masih dalam
masa laktasi dan sedang bunting tua untuk tidak melakukan aktifitas pemerahan
selama 60 hari. Penghentian aktifitas pemerahan ini bertujuan untuk regenerasi
jaringan sekretori baru dalam ambing sehingga mampu memproduksi susu yang
tinggi pada periode laktasi berikutnya dan mengganti bobot badan yang hilang.
Periode kering yang lebih pendek dari 40 hari tidak mencukupi waktu untuk
regenerasi ambing, danmenghasilkan produksi susu yang lebih sedikit padaperiode
berikutnya.Periode kering yang lebih lama dari 70 hari tidak merangsang
peningkatan produksi susu, tetapi malah menghasilkan kondisi bobot badan yang
berlebihan dandan komplikasi yang dihasilkan dari kondisi kelebihan bobot
badan.Baik Sapi kering bunting maupun sapi
dara bunting memerlukan pakan tambahan sebelum mengalami proses partus. Karena
sapi kering bunting maupun sapi dara bunting sama-sama membutuhkan lebih banyak
protein,energi, dan mineral khususnya (Ca dan
P) dibandingkan ketika tidak bunting dan laktasi,
tetapi tidak sebanyak nutrisi ketika sedang laktasi. Untuk itu dalam periode
ini pakan steaming up sangat dibutuhkan. Dan Pakan
Steaming up yang sudah sesuai dengan standart akan dapat menghasilkan
nilai BCS sapi perah yang ideal.
Body Condition Score merupakan
metode penilaian secara subjektif melalui teknik penglihatan dan perabaan dalam
pendugaan lemak tubuh yang mudah yang dapat digunakan baik pada peternakan
komersial maupun penelitian. BCS sapi selama periode kering sebaiknya
3,50 (Ensminger and Tyler, 2006). Body Condition Score (BCS)
merupakan cerminan dari program Steaming up. Nilai BCS merupakan
salah satu faktor antara yang mempengaruhi produksi sapi perah, jika Steaming
up dilakukan dengan benar maka nilai BCS pada akhir kebuntingan
tercapai sehingga produksi susu yang dihasilkan juga semakin baik. Hal ini
dapat dihubungkan terhadap jumlah dan lama produksi kolostrum.
Selama periode pemberian pakan steaming up pada sapi
dara sebaiknya tetap dalam pengngontrolan untuk menjaga atau mendapatkan
kondisi baik tetapi jangan sampai
terlalu gemuk. Karena sapi dara bnting yang terlalu gemuk akan mengalami
distoxia (kesulitan melahirkan saat partus). Hal ini dapat terjadi karena
keadan pedet yang ada dalam kandungan terlalu besar ukurannya akibat dari
pemberian pakan induk yang tidak terkontrol.
Nugroho (2008), menyebutkan bahwa pedet yang ukurannya terlalu besar
menyebabkan kesulitan melahirkan. Ukuran janin tergantung dari jenis sapi,
pejantan, jenis kelamin janin, umur induk, silsilah dan makanan induk sapi. Pada
semua keadaan, sapi perah kering seharusnya dipisahkan dari kelompok sapi perah
produktif untuk menghindari kelebihan asupan energi.
Selama masa kering, sapi harus diberi makan sedemikian rupa
agar kondisi tubuhnya baik namun tidak sampai kegemukan
Sapi perah yang mengkonsumsi
kekelbihan energi berasal dari biji-bijian dan/atau silase jagung akan lebih
berkembang suatu penyakit yang disebut fat
cow syndrome (sindrom
sapi kegemukan), yang ditandai dengan tingginya
lemak dalam darah dan hati, timbulnya kemalasan (laziness) dan
terkulainya (droopiness) sapi beberapa hari sebelum partus.
Sapi yang menderita penyakit ini
biasanya tidak mau makan dan cenderung memisahkan diri dari kelompoknya. Bahkan
pada saat partus berlangsung dia lebih suka berbaring dan pada akhirnya dia
tidak mau lagi berdiri. Sapi tersebut kemudian mengalami ketosis (terjadinya
akumulasi keton dalam darah), dan menjadi lebih rentan terhadap
penyakit-penyakit lain. Bila seekor sapi menjalani periode kering yang panjang
dan ransumnya banyak mengandung silase atau jagung maka peluangnya mengalami
sindrom kegemukan meningkat. Untuk menghindari penyakit ini maka selama masa
kering pemberian hay agar diperbanyak sedang pemberian jagung dikurangi.Namun demikian harus diperhatikan agar seekor sapi tidak terlalu
banyak mengkonsumsi butiran sebelum melahirkan karena dapat menaikkan
kemungkinan timbulnya penyakit seperti displaced omasum dan udder edema
(pembengkakan ambing) . Oleh sebab itu jumlah pemberian butiran harus dibatasi
maksimum 10 –15 pon/ekor/hari. Sangat penting diperhatikan agar ransum sapi
yang sedang bunting dicek kandungan mineral dan vitaminnya. Pertumbuhan dan
perkembangan fetus sangat membutuhkan kedua kelompok zat gizi ini. Sehubungan
dengan itu adalah tindakan yang tepat untuk mengecek secara rutin kandungan
kalsium dan fosfor ransum sapi terutama bila ada masalah penyakit demam susu
(milk fever). Demam susu terjadi akibat kekurangan atau ketidak seimbangan
kalsium dan atau fosfor. Sapi perah biasanya membutuhkan 2 atau 3 bagian
kalsium untuk setiap satu bagian fosfor.
Ransum bagi sapi-sapi yang akan melahirkan tidak boleh
dikurangi agar mereka tidak sampai mengalami keterbatasan suplai energi. Untuk
mengatasi tekanan partus dan untuk memulai produksi susu, tubuh sapi memerlukan
banyak energi dan air. Sebagian sapi mengalami pembengkakan ambing beberapa
saat sebelum melahirkan. Diduga hal ini disebabkan oleh akumulasi cairan ekstra
di bawah kulit dan oleh perubahan pada pembuluh-pembuluh darah kecil ambing.
Untuk mengatasinya, pemerahan sebelum partus tidak dianjurkan. Pada kasus yang ringan,
pembengkakan ini akan hilang dengan sendirinya. Namun untuk kasus yang cukup
parah maka perlu diberi bantuan yaitu berupa exercise, pengolesan obat gosok
ringan dan pijatan lembut untuk merangsang sirkulasi cairan dan mengurangi
pembengkakan. Bila sangat parah maka sebaiknya meminta bantuan ahli veteriner.
JENIS
KANDANG SAPI PERAH YANG ADA DI INDONESIA
Menurut Ambo Ako (2012) jenis kandang sapi perah yang
dikenal di Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Kandang sapi dewasa (sapi laktasi)
Ukuran kandang 1,75 x 1,2 m, masing-masing dilengkapi tempat
makan dan tempat air minum dengan ukuran masing-masing 80 x 50 cm dan 50 x 40
cm. Kandang sapi dewasa dapat juga dipakai untuk sapi dara.
2. Kandang pedet
Kandang pedet ada 2 macam yaitu individual dan kelompok.
Untuk kandang individual sekat kandang sebaiknya tidak terbuat dari tembok
supaya sirkulasi udara lancar, tinggi sekat + 1 m. Ukuran kandang untuk 0 – 4
minggu 0,75 x 1,5 m dan untuk 4 – 8 minggu 1 x 1,8 m. Pada kandang kelompok
adalah untuk anak sapi yang telah berumur 4 – 8 minggu dengan ukuran 1 m2/ekor
dan pada umur 8 – 12 minggu 1,5 m2/ekor dengan dinding setinggi 1 m. Dalam satu
kelompok sebaiknya tidak dari 4 ekor. Tiap individu harus dilengkapi tempat
makan dan tempat air minum.
3. Kandang pejantan
Sapi pejantan pada umumnya dikandangkan secara khusus.
Ukuran lebih besar dari pada kandang induk dan konstruksinya lebih kuat. Bentuk
yang paling baik untuk kandang pejantan adalah kandang yang berhalaman atau
Loose Box. Lebar dan panjang untuk kandang pejantan minimal 3 x 4 m dengan
ukuran halaman 4 x 6 m. Tinggi atap hendaknya tidak dijangkau sapi yaitu 2,5 m,
tinggi dinding kandang dan pagar halaman 180 cm atau paling rendah 160 cm.
Lebar pintu 150 cm dilengkapi dengan beberapa kayu penghalang. Pagar halaman
terbuat dari tembok setinggi 1 m, di atasnya dipasang besi pipa dengan diameter
7 cm, disusun dengan jarak 20 cm. Lantai kandang dibuat miring ke arah pintu,
perbedaan tinggi paling tidak 5 cm. Lantai halaman lebih baik dari beton.
Perlengkapan lain yang diperlukan sama seperti pada kandang yang lain.
Pemberian ransum harus dilakukan dari luar kandang/dinding demi untuk keamanan.
4. Kandang kawin
Tempat kawin dibuat pada pada bagian yang berhubungan dengan
pagar halaman kandang pejantan yang diatur dengan pintu-pintu agar perkawinan
dapat berlangsung dengan mudah dan cepat. Ukuran kandang kawin; panjang 110 cm,
lebar bagian depan 55 cm, lebar bagian belakang 75 cm, tinggi bagian depan 140
cm dan tinggi bagian belakang 35 cm. Bahan kandang kawin sebaiknya digunakan
balok berukuran 20 x 20 cm. Tiang balok ditanam ke dalam tanah sedalam 50 – 60
cm dan dibeton supaya kokoh.
5. Kandang isolasi / Kandang darurat
Kandang ini dibangun sebagai tempat pengobatan sapi yang
sakit. Pada tempat ini sapi yang sakit dapat diobati dengan mudah dan sapi
tidak sukar ditangani. Ukuran kandang yaitu; panjang 150 cm, lebar 55 cm dan
tinggi 150 cm. Letaknya terpisah dengan kandang sapi yang sehat dengan tujuan
penyakit tidak mudah menular.
6. Kandang melahirkan
Ukurannya 6 x 6 m, perlengkapannya sama dengan kandang sapi
dewasa. Lantainya miring ke arah pintu tiap 1 m turun 1 cm dan dibuat kasar.
Sebaiknya kandang melahirkan ini tidak dekat dengan kandang pedet. Selokan
pembuangan terpisah dari selokan kandang dewasa. Sudut-sudut dinding dibuat
melengkung agar mudah dibersihkan.
Menurut Sutarno (1994) dalam
Sariislamia (2011) menyatakan bahwa jenis kandang untuk sapi perah ada tiga
yaitu kandang laktasi tunggal, kandang laktasi ganda dan kandang pedet. Kandang
berfungsi untuk melindungi sapi dari cuaca buruk, hujan, panas matahari serta
keamanan dari gangguan binatang buas dan pencurian. Bangunan kandang didasarkan
pada keperluan usaha sapi perah, dan pembangunannya ditujukan untuk mengurangi
penggunan waktu dalam pemeliharaan, efisiensi kerja dan tenaga kerja. Besar
bangunan harus disesuaikan dengan rencana jumlah ternak yang akan dipelihara
dalam keadaan iklim setempat. Hal yang perlu diperhatikan dalam pembangunan
kandang adalah cahaya matahari, ventilasi, letak kandang, parit.
Macam-macam kandang sapi perah
antara lain kandang pedet dan kandang sapi induk. Kandang pedet dibedakan
menjadi kandang observasi (observasi pens), kandang individu (individual pans),
kandang kelompok (group pens), kandang pedet berpindah (portable calf pens).
Kandang sapi induk atau sapi dara antara lain kandang tambat (stanchion bain),
pada kandang ini kebebasan sapi bergerak sangat terbatas, sehingga kondisi sapi
kurang baik. Kandang ini ada dua jenis yaitu kandang bertingkat dan kandang
tunggal atau satu lantai, dengan tujuan mengurangi resiko angin topan,
mengurangi resiko kebakaran, murah dan membuatnya, serta mudah perawatannya
(Sutarno, 1994) dalam (Rohmad, 2011).
Kandang tunggal atau satu lantai
dilihat dari penempatan sapi dibedakan menjadi satu baris atau lebih dari satu
baris. Jenis kandang yang lain yaitu kandang lepas yang merupakan sistem
kandang yang memberi kesempatan sapi bebas karena tidak ditambat. Kandang ini
terdiri dari kandang lepas sistem loose housing merupakan kandang sapi perah
yang sapinya tidak ditambat, bagian kandang ini terdiri dari ruang tempat
istirahat, tempat peranginan dan tempat penyimpanan makanan, tempat memerah
dengan mesin dan tempat sapi kering. Kandang lepas system freestall pada
prinsipnya sama dengan system loose housing, yaitu sapi dipelihara dikandang
dengan tidak ditambat. Pada kandang freestall tempat istirahat atau tidur sapi
disekat-sekat, dan tiap sekatnya hanya cukup untuk satu ekor (Sutarno, 1994)
dalam (Farhan, 2008).
Menurut Ade (2013) menyatakan bahwa
ada beberapa jenis kandang untuk pembibitan sapi perah di Satker Pagerkukuh.
Kandang Induk baik saat bunting, laktasi, induk siap kawin maupun kering masih
bersatu, hanya saja dikelompokkan sesuai dengan kondisi masing-masing ternak,
sehingga setiap saat dilakukan pergeseran tempat ternak dalam satu kandang.
Kandang Induk berkapasita + 50 ekor sedangkan sapi dara dipisahkan dari
kelompok induk dan ditempatkkan dalam kandang tersendiri dengan kapasitas + 25
ekor. Untuk pedet yang beru lahir segera dipisahkan dari induknya dan
ditempatkan dalam kandang khusus pedet yang berkapasitas + 10 ekor dalam
kandang bersekat individu dengan luas + 3 - 5 m2/ekor.
BAB
III
KESIMPULAN
Sapi perah
dara atau heifers merupakan sapi perah betina yang merupakan calon induk sudah
dewasa kelamin (berumur 6-8 bulan) atau mulai
disapih sampai
beranak pertama kali. Management
pemeliharaan sapi dara perah harus
benar-benar diperhatikan karena sapi
ini merupakan sapi replacement (ternak pengganti). Adapun manajemen yang harus
diperhatikan meliputi manajemen pakan, manajemen reproduksi, manajemen kandang,
menajemen kebuntingan sapi dara, dan manajemen partus. Dengan manajemen yang
baik dapat menghasilkan pertumbuhan sapi yang baik juga, mampu memproduksi susu yang tinggi,
serta memberikan calon pedet yang sehat dan unggul.
DAFTAR
PUSTAKA
Ade, A. 2013. Pembibitan Sapi Perah. http://azisadeaja.blogspot.com/. Diakses pada tanggal 25 September 2014
Ambo Ako. 2012. Ilmu Ternak Perah Daerah Tropis. IPB Press. Bogor.
Anonim. 2004. http://demasetyaajip.blogspot.com/2009/06/makalah-manajemen-pemeliharaan-dan.html
diakses pada tanggal???
Farhan. 2008. Beternak
Sapi Perah. http://caraberternak.com/cara-beternak-sapi-perah/. Diakses pada tanggal 25 September 2014
Hadisutanto, B. 2008. Studi Tentang Beberapa
Performan Reproduksi pada Berbagai Paritas Induk dalam Formulasi Masa Kosong
(Days Open) Sapi Perah Fries Holland. Bandung.
Leksanawati, A. Y. 2010. Penampilan Reproduksi Induk
Sapi Perah Peranakan Friesien
Holstein di Kelompok Ternak KUD
Mojosongo Boyolali. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret.
Surakarta.
Leonardus, Randy Nababan. 2008.Kegiatan Usaha Pemeliharaan
Sapi Perah Di Pt. Taurus Dairy Farm Kecamatan Cicurug Kabupaten Sukabumi
Laporan Praktik Kerja.Universitas Jenderal Soedirman Fakultas Peternakan
Program Studi Produksi Ternak Purwokerto.
Muljana,
B.A. 1987. Pemeliharaan
dan Kegunaan Ternak
Perah. CV.Aneka Ilmu. Semarang.
Oktaviani, T. T. 2010. Kinerja Reproduksi Sapi Perah
Peranakan Friesian Holstein (PFH) Di
Kecamatan Musuk Boyolali. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas
Maret. Surakarta.
Partodihardjo,S., 1980. Ilmu Reproduksi hewan.
Mutiara. Jakarta.
Putra, Adika. 2009. Potensi Penerapan Produksi
Bersih Pada Usaha Peternakan Sapi Perah
(Studi Kasus Pemerahan Susu Sapi Moeria Kudus Jawa Tengah). Tesis.
MAGISTER ILMU LINGKUNGAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
Rohmad. 2011. Pemeliharaan Sapi Perah. http://www.rohmad.com/2011/11/
meraup-untung-dari-sapi-perah.html.
Diakses pada tanggal 25 September 2014
Saptono, H. S. 2011. Tingkat Keberhasilan Inseminasi
Buatan Pada Sapi Perah Rakyat di Kecamatan Mojosongo Kabupaten Boyolali.
Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Sebelas Maret. Surakarta. Pramono, A., Kustono dan H. Hartadi. 2008.
Calving Interval Sapi Perah di Daerah Istimewa Yogyakarta Ditinjau Dari Kinerja
Reproduksi. Buletin Peternakan. 32(1) : 38-50.
Siregar S. B. 1996. Konsep Peraturan Makanan Ternak
tentang Standar Makanan Sapi Perah. Usaha Angkasa. Bandung.
Sudono,
A., R. F.
Rosdiana, dan B.
S. Setiawan. 2003. Beternak
Sapi Perah Secara Intensif.
Agromedia Pustaka.Jakarta.
Sugeng, Y.B., 2005. Sapi Potong. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Sutardi, T.
2004. Pengaruh Kelamin dan
Kondisi Tubuh Terhadap
Hubungan Bobot Badan dengan Lingkat Dada pada Sapi Perah. Media
Peternakan, Agromedia Pustaka. Jakarta.
Syarief,
M.Z. dan Sumoprastowo,
C.D.A. 1985. Ternak
Perah. CV.Yasaguna. Jakarta.
Toelihere,M,R.,
1981. Inseminasi Buatan
pada Ternak. Angkasa. Bandung.
Toelihere, M. R. 1993. Inseminasi Buatan Pada
Ternak. Penerbit Angkasa, Bandung.
Zainuddin, G.
1982. Hijauan Makanan Ternak,
Apa dan Bagaimana. Swadaya Warta Persusuan Indonesia.
Jakarta.
Zakariah, askari. 2010. Manajemen Pemeliharaan
Ternak di PT. Adi Farm dan PT. Lembah Hijau Multifarm. Fakultas Peternakan
Universitas Gadjah Mada.
Langganan:
Postingan (Atom)